Senin, 02 November 2009

RINGANKANLAH MAHARMU DUHAI UKHTY..........

Penulis: Ummu Asma’ Dewi Anggun Puspita Sari
Muroja’ah: Ustadz Jamaluddin, Lc

“Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tunai…”

Sungguh pernikahan adalah saat yang dinanti-nanti bagi sepasang hati yang saling berjanji untuk mengikatkan cinta dalam balutan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa yang tidak ingin menikah? Setiap yang mengaku menjadi pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu tidak ingin meninggalkan sunnah beliau yang satu ini. Menikah bagaikan mendulang kebahagiaan yang berlimpah. Ada satu dari beberapa persyaratan yang harus dipenuhi ketika hendak menikah, yaitu mahar atau maskawin.

Mahar adalah tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,

“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Qs. An-Nisa’ : 4)

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan memberikan mahar kepada wanita yang hendak dinikahi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan syarat sah pernikahan. Pernikahan tanpa mahar berarti pernikahan tersebut tidak sah, meskipun pihak wanita telah ridha untuk tidak mendapatkan mahar. Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah maka pihak wanita berhak mendapatkan mahar yang sesuai dengan wanita semisal dirinya (’Abdurrahman bin Nashr as-Sa’di dalam Manhajus Salikiin hal. 203).

Adapun mahar dapat berupa:

1. Harta (materi) dengan berbagai bentuknya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisa’: 24)

2. Sesuatu yang dapat diambil upahnya ( jasa).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Berkatalah dia (Syu’aib), ‘Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik’.” (Qs. Al-Qoshosh: 27)

3. Manfaat yang akan kembali kepada sang wanita, seperti:

* Memerdekakan dari perbudakan
* Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakan Shafiyah binti Huyayin (kemudian menikahinya) dan menjadikan kemerdekaannya sebagai mahar.” (Atsar riwayat Imam Bukhari: 4696)
* Keislaman seseorang
* Hal tersebut sebagaimana kisah Abu Thalhah yang menikahi Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anhuma dengan mahar keislaman Abu Thalhah. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhubekata, “Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, maka Abu Thalhah melamarnya. Ummu Sulaim mengatakan,’Saya telah masuk Islam, jia kamu masuk Islam aku akan menikah denganmu.’ Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan keislamannya sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa’I : 3288)
* Atau hafalan al-qur’an yang akan diajarkannya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menikahkan salah seorang sahabat dengan beberapa surat al-qur’an hafalannya (HR. Bukhari dan Muslim)

Mahar merupakan hak penuh mempelai wanita. Tidak boleh hak tersebut diambil oleh orang tua, keluarga maupun suaminya, kecuali bila wanita tersebut telah merelakannya. Wahai saudariku, mahar memang merupakan hak wanita. Kita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syari’at Islam. Namun Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).” (HR. al-Hakim : 2692, beliau mengatakan “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari Muslim.”)

Maka hikmah di balik anjuran untuk meringankan mahar adalah mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur teratur akibat adanya permintaan mahar yang tinggi? Bahkan ada sebagian daerah yang mensyaratkan pemberian mahar yang tergolong tinggi. Menghadapi hal semacam ini, hendaknya pihak wanita bersikap bijak. Tidak masalah jika pihak laki-laki memiliki kemampuan untuk membayar mahar tersebut, namun jika ternyata yang datang adalah laki-laki yang memiliki kemampuan materi yang biasa saja, maka tidaklah layak menolaknya hanya karena ketidakmampuannya membayar mahar. Terutama jika yang datang adalah laki-laki yang sudah tidak diragukan lagi keshalihannya.

Wahai saudariku, untuk apa kita memegang aturan lain jika syari’at dalam agama kita telah memerintahkan sesuatu yang lebih mudah dan mulia? Sesungguhnya sebagian wanita telah berbangga dengan tingginya mahar yang mereka dapatkan, maka janganlah kita mengikuti mereka. Berapa banyak wanita yang terlambat menikah hanya karena maharnya yang terlalu tinggi sehingga laki-laki yang hendak menikahinya harus menunggu selama bertahun-tahun agar dapat memenuhi maharnya. Alangkah kasihannya mereka yang harus menggadaikan hati padahal perkara ini amat mudah penyelesaiannya. Maka, ringankanlah maharmu, wahai saudariku!

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik pernikahan adalah yang paling mudah.” (HR. Abu Dawud (n. 2117), Ibnu Hibban (no. 1262 dalam al-Mawaarid) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (I/221, no. 724) dshahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihihul Jaami’ (no. 3300))

Bahkan seandainya seseorang tidak memiliki harta sedikit pun untuk dijadikan mahar, maka diperbolehkan membayar mahar dengan mengajarkan al-Qur’an yang telah dihafalnya kepada wanita yang hendak dinikahi.

Mahar ada beberapa macam yang semuanya diperbolehkan dalam Islam, yaitu 1) mahar yang disebutkan (ditentukan) ketika akad nikah dan 2) mahar yang tidak disebutkan ketika akad nikah. Jika mahar tersebut disebutkan dalam akad nikah, maka wajib bagi suami untuk membayar mahar yang tersebut. Apabila mahar tidak disebutkan dalam akad nikah namun tidak ada kesepakatan untuk menggugurkan mahar, maka wajib bagi suami untuk memberikan mahar semisal mahar kerabat wanita istrinya, seperti ibu atau saudara-saudara perempuannya (mahar mitsl).

Diperbolehkan bagi laki-laki antara membayar tunai dan atau menghutang mahar dengan persetujuan si wanita, baik keseluruhan maupun sebagian dari mahar tersebut. Jika mahar tersebut adalah mahar yang dihutang baik yang telah disebutkan jenis dan jumlahnya sebelumnya maupun yang tidak, maka harus ada kejelasan waktu penangguhan atau pencicilannya. Tidak diperbolehkan seorang suami ingkar terhadap mahar istrinya, karena hal tersebut merupakan khianat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Syarat yang paling berhak kamu penuhi adalah persyaratan yang dengannya kalian menghalalkan farji (seorang wanita).” (HR. Bukhari : 2520)

Jika Suami Istri Berpisah

Jika Allah mentakdirkan suami meninggal, baik setelah dukhul (berkumpul) ataupun belum, maka sang istri tetap berhak atas mahar secara sempurna, baik dalam mahar yang telah ditentukan sebelumnya maupun dalam mahar mitsl (yang belum ditentukan). Sebagaimana ini dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Demikian juga halnya jika terjadi perpisahan antara suami istri dan telah terjadi dukhul, baik pisah dengan thalaq maupun dengan fasakh. Namun jika thalaq terjadi sebelum dukhul, jika sebelumnya mahar telah ditentukan maka istri berhak setengah dari milik keseluruhannya, dan jika sebelumnya tidak pernah ditentukan maka hak istri atas mahar gugur secara keseluruhan, dan hanya berhak mut’ah (semacam pesangon) dari suami dengan besaran yang disesuaikan dengan tingkat ekonomi suami (lihat Qs. Al-Baqarah: 236-237).

Demikian juga hak mahar akan gugur secara keseluruhan jika thalaq dan fasakh terjadi atas pengajuan istri, atau fasakh terjadi atas pengajuan suami lantaran cacat istri yang belum pernah ia ketahui sebelumnya misalkan, lalu pengajuan itu dikabulkan oleh hakim. Wahai Saudariku, murahkanlah maharmu, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi pernikahanmu. Akhirnya Saudariku, teriring do’a untukmu: baarakallahulaki wa baraka ‘alaiki wa jama’a bainakumaa fii khair…

Maraaji’:
Manhajus Saalikiin wa Taudhlihul Fiqhi Fiddiin, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashr as-Sa’diy
Untukmu yang Merindukan Keluarga Sakinah, Abu Zahroh al-Anwar, Pustaka Al-Furqon
Diperbarui sekitar seminggu yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
Ummu Aesyah, Ummu Yus Abdulloh, Leily Kakaknya Robiat dan 20 lainnya menyukai ini.
Lihat ke-11 komentar
Siti Fauziah Fauzi
Siti Fauziah Fauzi
ukhti, izin copy paste ya...
22 Oktober jam 22:16
Siti Fauziah Fauzi
Siti Fauziah Fauzi
ijin di tag kalo ada artikel baru ya ukh...
22 Oktober jam 22:17
Tulis komentar...
Melepas Jilbab karena Kontes Murahan...
Bagikan
oleh Ummu Yahya 'Hendrita N' (catatan) 12 Oktober 2009 jam 21:46
Sekitar dua tahun yang lalu, saya mendapat undangan untuk menghadiri pertemuan diskusi dengan salah satu tokok pendidikan, seorang Doktor lulusan Illinois USA. Ada banyak hal yang ia bicarakan. Ia memfokuskan bahasan bahwa seseorang itu harus terlepas dari belenggu agar dirinya bisa berkembang. Setelah itu, sang Doktor pun bertanya kepada salah satu mahasiswi berjilbab, yang juga diundang dalam acara tersebut.

(+) Sang Doktor bertanya, "Kalau kamu berpacaran dan mencintai seorang laki-laki, tetapi ketika ingin menikah, orang-tuamu melarangnya, MANA yang akan kamu ikuti? Orang tuamu... atau pacarmu...?

(-) Mahasiswi: "Saya akan mengikuti nasehat orang tua saya"

(+) Doktor: "Mengapa?"

(-) Mahasiswi: (kaget dengan pertanyaan ini sehingga menjawabnya dengan terbata-bata) "mmm...lho.... ya... kan... saya harus berbakti kepada orang tua.... yang.... telah mendidik saya sejak kecil....

(+) Doktor: "Kalau begitu (mengikuti orang tua-ed), itu namanya BELENGGU"

Itulah kurang lebih percakapan yang saya tuliskan ulang secara makna.

Semoga Allah merahmati mahasiswi tersebut yang fitrahnya masih sehat, yang masih memiliki rasa cinta dan terima kasih kepada kedua orang-tuanya yang telah merawatnya sejak kecil hingga dewasa kini, yang rasa cinta kedua orangtuanya tersebut TIDAK MUNGKIN TERTANDINGI OLEH CINTA SEORANG MAKHLUK BERNAMA LAKI-LAKI.

Masih belum puas, sang doktor berkata di hadapan kami semua (saya tuis kembali secara makna),
"Kalian orang-orang Jogja ini terlalu banyak belajar! Kalau punya duit, belajarlah ke luar negeri, ke Amerika, ke Perancis, dan negara-negara yang lain! Agar pikiran kalian itu terbuka, dan tidak terbelenggu! Saya punya kawan yang sebelum kuliah di Illinois adalah orang bejat. Namun, ketika kuliah banyak bergaul dengan orang-orang Arab. Akhirnya, ia pulang ke Jakarta menjadi orang yang fanatik. Bersenang-senanglah kalian ini jika punya uang"

Allahu musta'an. Hati ini demikian terbakar, saya belum pernah dengaar ucapan seperti itu secara langsung. Namun, itu benar-benar saya dengar. Dan akhirnya, saya pun tahu mengapa ia bisa seperti itu... Karena... sang doktor tersebut adalah Juri bagi wanita-wanita malang yang ingin ikut kontes Ratu Kecantikan, sebagai jalan menuju kontes prestisius, MISS UNIVERSE...!

Bah! Saya tidak tahan. Saya pun keluar dari ruang pertemuan itu sebelum acara selesai. Apalagi, hal yang lebih mendorong saya keluaar adalah campur-baurnya acara antara laki-laki dan perempuan (ikhtilath). Dan ikhtilath ini adalah hal yang dilarang dalam Islam.

Dan kini.... hati saya menjadi sangat sedih ketika mendengar saudarinya sesama muslim yang awalnya dia berjilbab, dan tinggal di lingkungan Islam, Nanggroe Aceh Darussalam, rela melepas hijabnya hanya karena alasan ingin mengikuti kontes Ratu Kecantikan Indonesia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun. Ya Allah, seseungguhnya kuadukan kesedihanku yang mendalam ini hanya kepadaMu....

Namun, saya tidak heran.... Barangkali putri Aceh tersebut telah "dicuci otaknya" sehingga lupa bahwa dirinya telah melanggar aturan yang ditetapkan oleh dzat yang telah menciptakannya, Allah.

Na'am. Inilah fitnah dunia. Harta Dunia mungkin mendatangi kita dari segala arah termasuk dari arah yang haram. Dan manusia pun tertipu karena fitnah dunia tersebut.

Mungkin, banyak di antara kita yang terbuai. Namun, ingatlah wahai saudaraku, kehidupan ini hanya sebentar. Tak lama lagi kita akan mati. Dan JIKALAU KITA BERSABAR UNTUK TIDAK MENGAMBIL HARTA HARAM SEHINGGA KITA LAPAR KARENANYA, ITU LEBIH BAIK DARIPADA KITA HARUS BERSABAR MENAHAN PANASNYA API NERAKA....

Beberapa minggu yang lalu, saya mendapat undangan lagi, sebuah pertemuan khusus yang diadakan oleh Yayasan Pendidikan yang dipimpin oleh seorang yang dinobatkan diri sebagai salah satu orang terkaya di Asia, versi Majalah Forbes. Belum lagi, orang tersebut memiliki jaringan usaha di Singapore, Eropa, dan Amerika Latin. Wuuiiiihh... begitu menggoda. Apalagi undangan dikirimkan begitu privat, via telepon seluler (dan ini undangan yang kesekian kalinya). Namun, sayang acara kali ini, bertabrakan dengan "waktu shalat berjama'ah". Aiiiih... Betapa dahsyat rayuan hawa nafsu merasuk di hati. Namun, apakah hanya karena diundang orang kaya untuk ditraining gratis kita akan mengabaikan undangan dari Allah yang Maha Kaya???

Pembaca mulia, mungkin di antara pembaca sering mengalami hal ini, atau bahkan lebih hebat dari cerita saya. namun, sekali-kali jangan kau benturkan agamu hanya karena kau ingin menginginkan dunia. Ingatlah bahwa Rasulullah bersabda,

فو الله لا الفقر أخشى عليكم و لكن أخشى عليكم أن تبسط عليكم الدنيا كما بسطت على من كان قبلكم فتنافسوها كما تنافسوها و تهلككم كما أهلكتهم

"Maka demi Allah, tidaklah aku khawatir bila kamu itu fakir. Akan tetapi, aku khawatir bila urusan duniamu dilapangkan sebagaimana orang sebelummu, lalu kamu berlomba-lomba mengejarnya seperti mereka. Lalu, kamu hancur seperti mereka" (H.R Bukhari: 2924, dan Muslim: 5261)

Na'am, kita tidak tahu. Barangkali usaha kita dilapangkan Allah sehingga kita berbangga-bangga dengannya. Namun, tiba-tiba Allah timpakan gempa bumi kepada kita sehingga harta yang telah kita raih, hancur berantakan.

Kita tidak tahu....

----------------------------------
Dikutip dari :
Senin, 12 Oktober 2009,
saudaramu, Abu Muhammad Al-Ashri
di pagi yang cerah di Wisma Misfallah Thalabul 'Ilmi

Diperbarui 2 minggu yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
Inna Ruliyani, Abu Yahya Al-Kadiry 'Novem', Hanunah Ghaida Zanirah dan 24 lainnya menyukai ini.
Lihat ke-19 komentar
Te Quiero Eva
Te Quiero Eva
padahal didunia kecantikannya sangat relatif bukannya mempercantik hati dan imannya malah sebaliknya..sekali lagi setan senang akan kemenangannya.
15 Oktober jam 17:04
Ñêll Âîñ Ãl-HãwãÐåã Çhåñ
Ñêll Âîñ Ãl-HãwãÐåã Çhåñ
kecantikan hanyalah sebatas kulit, dlm sedetik bisa musnah jika Allah murka (kesiram aer panas, misalnya, kelindes truck..dll).., kecantikan bukanlah segalanya, masih ada kebaikan hati, kebaikan hati itu karena cahaya iman yg menerangi hati dan pikirannya.., semoga Allah memberinya hidayah sehingga dapat bertaubat dan Allah menerima taubatnya.., ... Baca Selengkapnyabagaimanapun tentulah hal itu dilakukannya karena kekurang pengetahuannya ttg agama yg Haq ini, makanya menyuguhi pengetahuan itu dimulai dari suguhan orang tuanya.., orang tuanya yg perlu sangat menambah ilmu dan mengaplikasikannya kepada putra-putrinya, kalau memang sayang anak, agar jangan menjadi umpan neraka., naudzhubillah min dzhaliikk. (Ya Allah, lindungilah keluarga kami dari panasnya api neraka-Mu..amiinnn..)
16 Oktober jam 5:28
Tulis komentar...
HUKUM MENULIS/MEMBACA CERITA FIKTIF/NOVEL
Bagikan
oleh Ummu Yahya 'Hendrita N' (catatan) 11 Oktober 2009 jam 16:33
by: Abu Ayaz
************************


Oleh: Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
anggota hai'ah kibaril ulama saudi arabia

Pertanyaan:
Apa hukum membaca dan menulis kisah fiksi dan cerita yang bisa membangkitkan imajinasi? Dan apakah jika kisah-kisah ini membantu memperbaiki beragam masalah sosial, maka kisah-kisah ini diperbolehkan?

Jawab:
Kisah fiksi seperti ini merupakan kedustaan yang hanya menghabiskan waktu si penulis dan pembaca tanpa memberikan manfaat. Jadi lebih baik bagi seseorang untuk tidak menyibukkan diri dengan perkara ini (menulis atau membaca cerita fiksi-ed).

Apabila kegiatan membaca atau menulis kisah fiksi ini membuat seseorang lalai dari perkara yang hukumnya wajib, maka kegiatan ini hukumnya haram. Dan apabila kegiatan ini melalaikan seseorang dari perkara yang hukumnya sunnah maka kegiatan ini hukumnya makruh. Dalam setiap kondisi, waktu seorang muslim sangat berharga, jadi tidak boleh bagi dirinya untuk menghabiskan waktunya untuk perkara yang tidak ada manfaatnya.

(Fatwa Syaikh Fauzan di ad-Durar an-Naadhirah fil-Fataaawa al-Mu’aasirah – Pages 644-645, al-Fowzaan – ad-Da’wah 1516, Jumaada al-Oolaa 1416AH)

Diterjemahkan dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/miscellaneous/miscellaneous/0070823.htm
untuk http://ulamasunnah.wordpress.com

____________________________

Cerita dalam Dunia Anak

Penulis: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Bintu ‘Imran



Cerita fiksi, dengan niat sebaik apapun -termasuk “berdakwah”, tetaplah kedustaan. Sehingga tak sepantasnya anak-anak kita dijejali oleh beragam cerita rekaan yang hanya akan memperkuat fantasi khayalnya. Terlebih cerita-cerita tersebut, baik yang berbentuk cerpen, komik, ataupun novel, mengandung hal-hal yang bisa merusak akidah mereka.


Kalau kita berkunjung ke perpustakaan atau toko buku, deretan buku cerita untuk anak-anak sangat mudah kita jumpai. Dari cerita legenda sampai yang bertema agama. Mulai cerita daerah sampai cerita yang diadopsi dari negeri asing.

Memang, anak-anak –sebagaimana orang dewasa– sangat menyukai cerita. Cerita memang bisa menjadi media yang sangat efektif untuk menyampaikan dan menanamkan berbagai nilai, baik positif maupun negatif, pada diri anak.

Namun sayang, sebagian besar cerita yang disuguhkan kepada anak-anak adalah cerita fiksi. Dengan kata lain, menyuguhkan kedustaan dan khayalan. Ironisnya, cerita-cerita seperti inilah yang justru digemari oleh anak-anak, termasuk anak-anak kaum muslimin. Karakter-karakter khayal dan asing dengan alur cerita yang mengasyikkan membuat mereka menjadi pengkhayal; ingin menjadi seorang “jagoan” yang perkasa atau seorang “putri” yang lembut dan jelita.

Isi cerita pun turut mendukung kerusakan yang ada. Cerita yang seram dan menakutkan membuat anak menjadi ciut nyali dan kehilangan keberaniannya. Bahkan banyak cerita yang nyaris meruntuhkan tauhid. Cerita tentang “kantong ajaib” sampai “peri yang baik” bisa membuat anak percaya, segala yang mereka inginkan bisa tercapai bukan melalui kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wal ‘iyadzu billah!

Kalaupun ada cerita bertema agama –baik yang tercantum di rubrik-rubrik kisah majalah anak ataupun yang terbukukan–, seringkali yang ada adalah cerita rekaan, atau kisah-kisah yang benar namun dibumbui dengan berbagai tambahan dan pengurangan. Semuanya berujung pada kedustaan.

Tidak dipungkiri, cerita dapat menimbulkan pengaruh bagi yang mendengar atau membacanya. Oleh karena itulah di dalam Al-Qur`an kita dapati berbagai kisah yang bermanfaat, tentang para nabi ataupun umat-umat terdahulu. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menuturkan kisah-kisah dengan bahasa yang begitu fasih, penyampaian yang begitu jelas dan gamblang.

Namun bedanya, kisah-kisah dalam Al-Qur`an maupun yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berisi tentang kenyataan yang benar-benar terjadi dan jauh dari sekadar dusta dan khayalan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي اْلأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi sebagai pembenar kitab-kitab yang sebelumnya dan penjelas segala sesuatu, dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula tentang Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى

“Tidaklah dia berkata dari hawa nafsunya. Yang dikatakannya itu tidak lain wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm: 3-4)

Maka dari itu, mestinya kita benar-benar memerhatikan ketika hendak memilihkan bacaan, menuliskan cerita atau menuturkan kisah kepada anak-anak. Tak boleh ada unsur kedustaan sepanjang cerita itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya:

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (An-Nahl: 105)

Dusta, biarpun dalam rangka berkisah yang sifatnya menghibur anak-anak, tetaplah dilarang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan hal itu dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ

“Binasalah orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa dengan ucapannya, lalu dia berdusta. Binasalah dia, binasalah dia!” (HR. At-Tirmidzi no. 2315, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

Oleh karena itu, kita perlu waspada dan ekstra hati-hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan seperti ini. Apalagi jika kita terbiasa membuat-buat dongeng atau cerita rekaan, hingga tanpa terasa kita jadi terbiasa berdusta. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan bahwa orang yang terbiasa berdusta akan dicatat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai seorang pendusta. Na’udzu billah!

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إلَى الْجَنَّةِ ومَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُوْرِ وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَلاَ يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

“Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga, dan seseorang senantiasa jujur dan membiasakan untuk jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta akan membimbing pada kejahatan, dan kejahatan akan membimbing ke neraka, dan seorang hamba senantiasa berdusta dan membiasakan untuk dusta hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)

Dusta juga termasuk perangai orang munafik. Demikian dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga: bila bicara dia dusta, bila berjanji dia mengingkari, dan bila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 107)

Lebih dari itu, dusta merupakan dosa besar yang diancam dengan azab di neraka, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa suatu pagi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat:

إِنَّهُ أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَإِنَّهُمَا ابْتَعَثَانِي وَإِنَّهُمَا قَالاَ لِي: انْطَلِقْ. وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا…- الْحَدِيثَ- وَفِيهِ: وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ وَمِنْخَرَهُ إِلَى قَفَاهُ وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ الْكِذْبَةَ تَبْلُغُ الْآفَاقَ

“Semalam aku didatangi oleh dua orang malaikat, lalu mereka berdua mengajakku pergi. Mereka berkata padaku, ‘Mari kita pergi!’ Aku pun pergi bersama mereka berdua….” (sampai beliau mengatakan), “Adapun orang yang kaulihat sedang merobek/memotong mulutnya hingga ke tengkuknya, hidungnya hingga ke tengkuknya, kedua matanya hingga ke tengkuknya adalah orang yang suka berangkat di pagi hari dari rumahnya, lalu dia membuat kedustaan, sampai kedustaan itu mencapai seluruh penjuru.” (HR. Al-Bukhari no. 7047)

Orang seperti ini berhak mendapatkan azab, karena berbagai kerusakan yang timbul dari kedustaan yang dibuatnya. Sementara, dia melakukan dusta itu dengan keinginannya, bukan karena dipaksa atau karena terdesak. (Fathul Bari, 12/557)

Ancaman apa lagi yang lebih mengerikan daripada azab seperti ini?

Kalau memang kita ingin memberikan kisah-kisah untuk memberikan pelajaran kepada anak dan menanamkan akhlak yang baik, kita bisa mengambil cerita-cerita yang ada di dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Atau melalui kisah hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum, dari kitab-kitab biografi yang ditulis oleh para ulama, yang di dalamnya sarat dengan keteladanan dan pelajaran serta dituturkan sebagaimana jalan cerita yang ada, tanpa pengurangan dan penambahan, sekalipun kita menuturkannya dengan bahasa anak-anak.

Yang banyak pula ditemukan sekarang ini, kisah-kisah para tokoh Islam, baik dari kalangan para rasul, sahabat, dan yang lainnya, dalam bentuk cerita bergambar. Nabi Adam ‘alaihissalam maupun nabi-nabi yang lain digambarkan sedemikian rupa dalam ilustrasi buku cerita maupun karakter film kartun. Begitu pula tokoh-tokoh yang lainnya.

Yang seperti ini dilarang, karena jelas-jelas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita membuat gambar-gambar makhluk bernyawa ataupun menyimpannya di dalam rumah. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan:

سَمِعْتُ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: مَنْ صَوَّرَ صُوْرَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيْهَا الرُّوْحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ

“Aku pernah mendengar Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang membuat sebuah gambar (makhluk hidup) di dunia, ia akan dibebani untuk meniupkan ruh kepada gambar tersebut pada hari kiamat, padahal ia tidak bisa meniupkannya’.” (HR. Al-Bukhari no. 5963 dan Muslim no. 5507)

Jabir radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوْرَةِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memasukkan gambar (makhluk hidup) ke dalam rumah dan melarang untuk membuat yang seperti itu.” (HR. At-Tirmidzi no. 1749, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَيُقَالُ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ. وَقَالَ: إِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي فِيْهِ الصُّوَرُ لاَ تَدْخُلُهُ الْمَلاَئِكَةُ

“Sesungguhnya pembuat gambar-gambar (makhluk bernyawa) seperti ini akan diazab pada hari kiamat dan dikatakan pada mereka, ‘Hidupkan apa yang kalian ciptakan ini!’.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa) tidak akan dimasuki oleh malaikat.” (HR. Al-Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 2107)

Di samping itu, perbuatan semacam ini mengandung pelecehan terhadap para nabi dan para tokoh yang digambarkan. Demikian difatwakan oleh para ulama, sebagaimana termaktub dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz t: “Dilarang menggambar para sahabat atau salah seorang di antara mereka, karena hal itu mengandung peremehan dan pelecehan terhadap mereka, serta mengakibatkan penghinaan terhadap para sahabat. Walaupun diyakini di sana ada maslahat, namun mafsadah yang ditimbulkan jauh lebih besar. Sementara segala sesuatu yang mafsadahnya lebih besar itu terlarang. Keputusan tentang larangan atas hal ini telah ditetapkan dalam Majlis Hai`ah Kibaril ‘Ulama. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta`, 1/712 no. 2044)

Bagaimana kiranya dengan menggambar para nabi yang lebih mulia daripada para sahabat? Tentu lebih jelas lagi pelarangannya.

Sudah semestinya kita bersikap bijak untuk memilah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang menyelamatkan dan mana yang membahayakan, baik untuk anak-anak maupun diri kita.

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.


Diambil dari Majalah Asy Syariah

Diperbarui 3 minggu yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
Ummu Yahya 'Hendrita N' dan 9 orang lainnya menyukai ini.
Lihat ke-19 komentar
Ummu Yahya 'Hendrita N'
Ummu Yahya 'Hendrita N'
Baarookalloohu fiik.. smg Alloh menunjukkan pd al-haq..
16 Oktober jam 18:00
Tulis komentar...
Membongkar Kesesatan Doraemon Cs - Nasehat bagi yg MASIH Doyan Nonton Film Kartun
Bagikan
oleh Ummu Yahya 'Hendrita N' (catatan) 10 Oktober 2009 jam 9:30
Bismillah -> kemarin di beranda fb nda sengaja liat ada akhwat yg posting foto2 doraemon (baca : dosa emon..) waktu liat profil akhwatnya : waduh...(katanya manhajnya salaf...) Mungkin artikel ini sdh diposting..tapi sebagai nasehat aja bagi antum sekalian yg masih gemar nongkrong di depan kotak segiempat yg namanya TV...apatah lgi yg tiga serangkai ini (dosa'emon,sinchan,n dragonball). Barokallahu fiikum.
-----------------------------------------------------------------------------------


Anak-anak ibarat "kertas putih" yang dapat dituliskan apa saja pada dirinya. Pada masa anak-anak, apa saja yang dilihat dan didengar dapat membekas di dalam sanubarinya yang masih polos, jika telah terukir di dalam hatinya, akan tergambar dan tersalurkan jika kelak mereka menjadi dewasa.

Tidak dipungkiri lagi, banyak beredar kisah-kisah menarik yang dikemas sedemikian rupa agar disukai anak-anak; kebanyakannya termasuk kisah-kisah fiktif yang dibumbui dengan cerita-cerita kebohongan, syirik, kebobrokan akhlaq, dan gambar bernyawa.

Walhasil, kita dapat melihat betapa banyak anak-anak muslim yang lebih mengenal tokoh-tokoh fiktif hasil produksi orang-orang kafir daripada mengenal tokoh-tokoh muslim, seperti para sahabat, dan ulama’ Salaf; betapa banyak anak-anak muslim yang menghafal cerita-cerita khurafat dibandingkan kisah-kisah penuh ibroh (pelajaran) yang telah diceritakan dan diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam-

Ketika anak-anak bergerombol di depan televisi tak ada satu orang tua pun yang bergeming dan prihatin sikap anak-anaknya. Padahal apabila kita perhatikan, maka nasib anak-anak kita berada dalam kondisi memprihatinkan. Bagaimana tidak, sementara film-film kartun tersebut mengajarkan kepada mereka pelanggaran-pelanggaran syariat Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam-

Tulisan yang ada di depan Anda ini akan membongkar kesesatan, dan penyimpangan beberapa film kartun yang paling populer di tengah-tengah masyarakat yang menyesatkan dan meninabobokkan cikal bakal umat ini.

* Doraemon si Boneka Ajaib

Konon kabarnya, Doraemon bisa pergi menjelajah di masa lalu dan di masa yang akan datang. Katanya, ia dapat mengadakan sesuatu yang belum ada menjadi ada dengan "kantong ajaibnya". Dalam kartun, ia digambarkan sebagai tempat untuk dimintai segala sesuatu yang ghaib oleh temannya. Lihatlah bagaiman film kartun tersebut betul-betul menyimpang dari aqidah.

Segala sesuatu telah ditetapkan waktu dan ajalnya oleh Allah -Ta’ala-. Makhluk tak mampu mengatur waktu, baik itu memajukannya atau mengundurkannya. Makhluk tak akan mampu menyebrang dari zaman kekinian menuju zaman lampau atau sebaliknya.

Allah -Ta’ala- berfirman,

"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya". (QS. Al-A’raaf: 34)

Kartun Doraemon telah mengajarkan aqidah (keyakinan) batil dalam benak anak-anak kita tentang adanya makhluk yang memiliki kemampuan yang menyamai Allah -Ta’ala- ; makhluk ini mampu mengadakan segala sesuatu yang belum ada menjadi ada. Padahal telah paten dalam Al-Qur’an dan Sunnah bahwa tak ada makhluk yang mampu melakukan segala sesuatu yang ia kehendaki, karena itu semua ada dalam kekuasaan Allah; itu hanyalah sifat yang dimiliki Allah. Dia berfirman,

"Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya". (QS. Al-Baqoroh:253)

" Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki". (QS.Huud :107)

Tak terasa si Doraemon pun mengajari anak kecil untuk meminta dan berdoa kepada selain Allah dalam perkara yang tak mampu dilakukan oleh seorang makhluk, hanya bisa dilakukan oleh Allah -Ta’ala- . Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

"Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyeru (berdoa) kepada seseorangpun di dalamnya di samping Allah". (QS. Al-Jin:18 ).

Abu Abdillah Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata, "Firman Allah ini adalah celaan bagi orang-orang musyrikin saat mereka berdoa kepada selain Allah di samping Allah di Masjidil Haram. Mujahid berkata, "Dulu orang-orang Yahudi dan Nashrani, jika masuk ke gereja, dan kuil mereka, maka mereka mempersekutukan Allah (dalam beribadah). Maka Allah memerintahkan Nabi-Nya, dan kaum mukminin agar mereka memurnikan doanya hanya kepada Allah, jika mereka masuk ke semua masjid". [Lihat Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (19/21)]

* Dragon Ball

Cerita ini dalam film ini banyak mengandung unsur kebatilan, seperti adanya penyembahan dewa-dewa seperti Dewa Emperor, Dewa Bumi, Dewa Gunung, Dewa Naga, dan lain-lain. Keyakinan ini seluruhnya berasal dari agama Budha, Hindu dan Shinto yang penuh dengan kebatilan dan kesesatan, sementara Allah hanyalah meridhoi Islam sebagai agama yang benar.

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imron : 19)

Mufassir ulung, Al-Imam Ibnu Katsir-rahimahullah- berkata, "Firman Allah -Ta’ala- tersebut merupakan pengabaran dari-Nya bahwa tak ada agama di sisi-Nya yang Dia terima dari seorang pun selain Islam, yaitu mengikuti para Rasul dalam perkara yang mereka diutus oleh Allah dengannya dalam setiap zaman sampai mereka (para rasul itu) ditutup dengan Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang telah menutup semua jalan menuju kepada-Nya, selain dari arah Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Barangsiapa yang setelah diutusnya Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menemui Allah dengan suatu agama yang tidak berdasarkan syari’atnya, maka agama itu tak akan diterima". [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim (1/471)]

Jadi, agama apapun selain Islam, seperti agama Buddha, Hindu, Shinto, dan lainnya, semuanya tak akan diterima oleh Allah, dan pelakunya akan merugi, karena kekafiran dirinya. Allah -Ta’ala- berfirman,

"Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (QS. Ali Imron: 85 )

Seorang Imam Ahli Tafsir, Abul Fadhl Mahmud Al-Alusiy-rahimahullah- berkata dalam menafsirkan ayat ini, "Allah -Ta’ala- menjelaskan bahwa barangsiapa yang–setelah diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memilih selain syari’at beliau, maka agama itu tak akan diterima darinya. Sedangkan diterimanya sesuatu adalah diridhoinya, dan diberikannya balasan bagi pelakunya atas perbuatan itu". [Lihat Ruh Al-Ma'aniy (3/215)]

Jika kita telah mengetahui kebatilan agama selain Islam, maka tak layak bagi kita dan anak-anak kita untuk berbangga, meniru, dan memuji orang-orang kafir itu, dan gaya hidup mereka, apalagi sampai memilih agama mereka sebagai pedoman hidup !! Jauhkanlah anak-anak kita dari orang-orang kafir, jangan sampai mereka bangga dengan orang-orang kafir. Bersihkanlah mulut dan telinga mereka dari istilah-istilah orang-orang kafir, dan paganisme dengan jalan membersihkan rumah kita dari benda pembawa petaka (televisi) yang berisi tayangan yang mendangkalkan, bahkan menghanguskan agama. Kita harus baro’ (berlepas diri) dari orang-orang kafir, dan sembahan-sembahan mereka,

"Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja". (QS. Al-Mumtahanah: 04).

Ayat ini mengajarkan kepada kita agar punya pendirian terhadap orang-orang kafir. Kita harus tegas dalam menampakkan keyakinan kita. Jangan malah kita yang bangga dan tertipu dengan kekafiran mereka, karena hanya sekedar kemajuan semu yang mereka capai di dunia ini. Allah -Ta’ala- berfirman,

"Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri-negeri". (QS.Ali Imran : 196).

Imam Para Ahli Tafsir, Abu Ja’far Ath-Thobariy-rahimahullah- berkata, "Allah -Ta’ala Dzikruh- melarang Nabi-Nya -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- agar jangan tertipu dengan bergerak (bebas)nya orang-orang kafir di negeri-negeri, dan penangguhan Allah bagi mereka, padahal mereka berbuat syirik, mengingkari nikmat-nikmat-Nya, dan beribadahnya mereka kepada selain-Nya". [Lihat Jami' Al-Bayan (3/557)]

Jadi, bebasnya mereka di muka bumi ini, dan majunya mereka dalam segala lini kehidupan jangan membuat kita tertipu dengan mereka, sehingga akhirnya tak lagi mengingkari kekafiran mereka, dan malah memilih sikap toleran bersama mereka dalam urusan agama (aqidah, ibadah, akhlaq, dan lainnya).

* Sincan (Simbol Anak Durhaka)

Sincan adalah anak yang sering mendurhakai kedua orang tuanya, dia suka berbohong, mengeluarkan kata-kata yang kurang ajar kepada kedua orang tuanya, dan suka membuat orang tuanya marah dan jengkel. Jadi, jangan heran kalau banyak anak-anak yang meniru watak Sincan tersebut, karena telah terpengaruh oleh cerita kartun tersebut.

Allah -Ta’ala- berfirman,

"Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia". (QS. Al-Isroo’: 23 ).

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebutkan diantara dosa-dosa besar,

"Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua". Kemudian Beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam- duduk -sebelumnya bersandar- sambil bersabda, "Ingatlah, dan juga perkataan dusta". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2511), Muslim Shohih-nya (87), At-Tirmidziy Sunan-nya (1901), Ahmad Musnad-nya (20401)]

Abu Amr Ibnush Sholah-rahimahullah- berkata, "Mungkin bisa dikatakan, Taat kepada kedua orang tua adalah wajib dalam segala sesuatu yang bukan maksiat; menyelisihi perintah keduanya dalam hal itu adalah kedurhakaan". [Lihat Umdah Al-Qoriy (13/216)]

Jadi, termasuk dosa besar, jika seseorang mencela, membentak, merendahkan orang tuanya. Semua ini adalah bentuk-bentuk durhaka yang terlarang di dalam agama kita yang memiliki aturan yang amat sempurna !!

Inilah beberapa kesesatan film-film kartun tersebut. Namun kesalahan dan kesesatannya, sebenarnya masih banyak. Andaikan waktu dan tempat mencukupi, maka kami akan paparkan secara rinci sesuai tinjauan Al-Qur’an dan Sunnah. Tapi sesuatu yang tak bisa dikerja dominannya, ya jangan ditinggalkan semuanya. Semoga pada waktu yang lain kami akan bahas kembali, Insya Allah.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 38 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

->http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/membongkar-kesesatan-doraemon-cs.html
Diperbarui 3 minggu yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
Askana Sakhi, Ummu Yahya 'Hendrita N' dan 12 orang lainnya menyukai ini.
Lihat ke-16 komentar
S Fathimah Bintu Muhammad
S Fathimah Bintu Muhammad
minta izin share ukhty..
11 Oktober jam 14:57
Danang Aji Wirawan
Danang Aji Wirawan
betul juga yah.. ternyata bahaya.. wah ngeri deh... bagaimana solusinya ini...bagaimana dengan dora dan barbie atau ipin & upin? wah jangan2 semuanya juga bahaya? trus gimana? apa kita tidak punya yang baik? kalo sincan sih setauku memang bukan utk anak2 dari sananya cuma di tv indonesia saja yg salah menayangkan.
11 Oktober jam 17:19
Tulis komentar...
SANDIWARA LANGIT (Sebuah Kisah Nyata Cinta Dalam Naungan Alloh)
Bagikan
oleh Ummu Yahya 'Hendrita N' (catatan) 10 Oktober 2009 jam 7:01


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

ini ne co-pas-kan resensi plus pembahasan yg ada di blog "musafir kecil" (http://kaspo.wordpress.com/2008/07/26/sandiwara-langit/)

[START READ]

Judul Buku : Sandiwara Langit
Tebal Buku: 200 halaman
Penulis: Al Ustadz Abu Umar Basyier
Penerbit: Shofa Media Publika
Harga: Rp28.000,00


Cerita Saya dibalik buku ini

Saat itu saya sedang ada keperluan untuk berkunjung kembali ke Ibu Kota. Di sana saya memanfaatkan kesempatan untuk bertemu dengan beberapa ikhwan yang selama ini hanya saya kenal via internet (ana uhibbukum fillah). Dan bertemulah kami semua di tempat yang telah disepakati yaitu saat kajian ustadz Abdul Hakim di masjid Al Mubarak Gajah Mada. Setelah kajian usai, kebetulan saya juga berniat untuk pergi ke kwitang di bilangan senen untuk memenuhi kembali hasrat lama saya berbelanja buku di sana seperti dulu kala saat saya masih di kantor pusat. Dan secara kebetulan pula, salah satu ikhwan (abu yahya) bermaksud untuk menitipkan sebuah buku kepada saya untuk diberikan kepada rekannya (abu naufal) yang juga tinggal di Makassar.

Di kwitang kami bertemu kembali dengannya, setelah memberikan buku yang dimaksud ikhwan tadi berpamitan dengan saya, tak lupa saya ucapkan terimakasih atas pertemuannya dan iseng saya tanyakan dimana dia membeli buku tersebut. Kami segera bergegas mencari toko yang dimaksud, karena menurut penuturan ikhwan tadi, di toko ahlussunnah dan toko buyung (yang biasa saya sambangi) telah habis buku tersebut. Karena saya tertarik dengan cerita ikhwan tadi tentang buku ini dan juga di dukung oleh kegemaran saya menikmati tulisan sang ustadz di majalah nikah akhirnya saya putuskan untuk membeli juga.


Resensi Sederhana menurut musafir kecil

Saya akan mulai dengan pengantar dari penerbit yang bagi saya cukup mewakili untuk menggambarkan buku ini, dan berikutnya akan saya tuliskan beberapa sinopsis singkat dari paragraf-paragraf penting yang terdapat dalam bab-bab buku ini.

Adalah Rizqaan, tokoh utama dalam buku ini, salah satu contoh, dari segelintir umat manusia yang secara apik dianugerahi kekuatan dalam menjalani semua takdirnya, yang teramat berat dan sakit menyayat, namun begit penuh hikmah na harum dan indah memikat.

“Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperolah kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar. Seorang mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam sesuap makanan yang diangkatnya ke mulut istrinya.” (Riwayat Ahmad dan Abu dawud)

Ia adalah pemuda shalih, yang berjuang keras menyelamatkan diri dari fitnah membujang, dengan segera menikah dengan segala keterbatasan yang ada. Modal belum ada, pekerjaan pun tak punya. Dan Halimah pemudi yang juga shalihah, putri pak rozaq, seorang pengusaha kaya raya menjadi pilhannya. Meski dari keluarga apa adanya, sebagai muslim idealis, ia tak gentar menemui keluarga Halimah, untuk maju meminang. Terkesan nekat, tetapi begitulah, selama itu adalah kebenaran yang diyakin, pantang bagi rizqaan untuk bersurut langkah.

Keunikan kisah ini, dimulai ketika pak rozaq mau menikahkan mereka, namun dengan satu syarat. Bila dalam sepuluh tahu ia tidak bisa “sukses” (baca: kaya raya menurut barometernya) dan “membahagiakan” Halimah, maka ia harus menceraikannya.

Ah, hidup memang benar-benar penuh hal tak terduga, yang kadang begitu sulit dipercaya. Yang tak jarang memaksa kita untuk menerima realita, bahwa itu memang benar terjadi adanya. Selama sepuluh tahun itu, mereka makin menemukan cinta sejati, cinta hanya karena dan kepada Allah semata. Makin kuat, mengakar dan menghebat, lebih dari apa yang mereka bayangkan sebelumnya. Mengokohkan jiwa mereka dan menhadapi segala badai yang menerpa, dari kematian ayah Rizqaan dala kebakaran pabrik, yang juga membangkrutkan usahanya, hingga berujung pada perceraian yang dipaksakan, demi menepati perjanjian. Atau kisah kematian Halimah yang begitu dramatis, sampai kebesaran hati Rizqaan memaafkan ‘dalang’ penyebab kebakaran sekaligus kematian ayahnya.
Yang istimewa, cerita yang tersaji dalam buku ini, adalah pemaparan kembali dari kisah nyata yang-insyaAllah- benar-benar terjadi, untuk bersama kita petik hikmahnya. Makin memikat, saat penyusun kisah, Ustadz kami Abu Umar Basyier Al-maedany, juga menyisipkan dalil-dalil Al Qur’an dan Assunnah untuk makin memperkuat bahasan.

Sangat berbeda dengan buku “sejenis” yang terlanjur meracuni umat, dengan kisah fiktif, sandiwara atau satra penuh rekayasa. “Racun” tersebut semakin kabur dan sulit dikenali, dengan pelabelan Islami yang sangat dipaksakan, entah itu pada novel maupun cerpen murahan dan kawan-kawannya. Bagaimanapun, secara umum Islam tidak pernah mengajarkan dusta untuk mencapai –semulia apapun- tujuannya.


Sinopsis singkat (bagian warna adalah kutipan dari buku)

Pria Muda yang ingin menikah

“Begini ustadz. Usia saya sekarang baru 18 tahun. Namun terus terang, saya sudah ingin sekali menikah. Saya khawatir terjebak dalam perzinaan, bila saya harus menunda menikah lebih lama lagi.” Tanpa sungkan pemuda itu menceritakan keinginannya. Cerita itu sendiri sejatinya sudah memuat pertanyaan. Namun saya ingin tahu lebih jauh. Saya biarkan dia terus bercerita.

“Saya sadar, saya masih terlalu hijau untuk menikah. Tapi saya lebih sadar, bahwa tanpa menikah, saat ini saya merasa tidak kuat menahan godaan syahwat. Saya telaten puasa dawud satu tahun ini, untuk menjalankan sunnah Rasul. Gejolak itu memang teredam sebagiannya. Namun yang masih tersisa begitu kuat. Dan saya merasa tersiksa. Apa saya sudah layak menikah ustadz?”

Berikutnya terjadi tanya jawab antara pemuda tersebut dan sang ustadz, seputar pernikahan, kondisi pemuda tersebut yang memang belum mapan, dan tidak mempunyai pekerjaan, dan kemauan dari calon mertuanya untuk menikahkan putrinya dengan pemuda yang sudah mapan. Sang ustadz pun menyarankan agar pemuda tersebut memusyawarahkan hal tersebut dengan orang tua sang calon.

Kesepakatan atau perjudian?

“Calon mertua saya itu ternyata orang yang berpendirian kuat, tapi ambisius. Ia bersedia menikahkan saya dengan putrinya, tapi dengan sebuah tantangan.”

“Tantangan”

“Ya. Ia menantang saya, dengan justru tidak akan membantu kami, bila kami menikah. Ia memang bukan konglomerat ustadz, tapi hidupnya sangat berkecukupan. Setidaknya ia bisa membantu kami bila suatu saat kami hidup kesusahan. Dan ia sesungguhnya tak ingin putrinya hidup serba kekurangan sepanjang hayat. Tapi bila sudah berkeluarga, ia ingin putrinya tidak lagi bergantung kepadanya. Ia menantang bahwa dalam sepuluh tahun saya harus dapat memberi penghidupan yang layak buat putrinya. Kami sudah harus memiliki kehidupan yang berkecukupan. Bila tidak, ia meminta saya menceraikannya. Dan uniknya ia meminta hal itu diucapkan saat akad nikah, sebagai syarat”

Pemuda dan sang ustadz kemudian berdialog tentang hukum adanya syarat seperti itu.


Sosok kedua tokoh utama (dalam 2 bab)

Pada bab berikutnya, digambarkan latar belakang kehidupan pemuda shalih bernama Rizqaan ini dan juga pemudi shalihah bernama Halimah, yang nampaknya mempunyai beberapa kesamaan dan idealisme yang membuat mereka cocok satu sama lain. Rizqaan adalah seorang penuntut ilmu yang gigih yang langka dimana dikala kalangan pemuda yang lainnya larut dalam kehidupan dunia muda dengan beragam fenomenanya. Halimah adalah sosok muslimah yang teguh menjalani fitrahnya menjadi seorang muslimah kaffah dilingkungan keluarga yang jauh dari nilai agama.


Lembar-lembar kehidupan (dalam beberapa bab)

Dan bab-bab selanjutnya adalah torehan tinta dari perjalanan panjang dan melelahkan dari babak-babak kehidupan dua orang muda-mudi dalam mengayuh dayung sebuah biduk kecil bernama rumah tangga yang mereka bangun dengan dasar ketaqwaan kepada Rabb mereka. Bermacam ujian dan cobaan yang digambarkan, namun senantiasa dihadapi oleh mereka dengan suatu sikap yang sudah selayaknya dimiliki oleh seorang muslim. Juga sampai pada masa-masa cobaan yang mereka sudah bukan dalam bentuk kesulitan namun justru suatu nikmat yang bisa saja menjerumuskan mereka ke jurang kenistaan.

Rizqaan memulai perjuangannya memberi nafkah kepada istrinya dengan mencoba berdagang menjajakan roti dari suatu pabrik dari sedikit modal yang dimilikinya. Kedua insan ini memulai hidup dalam keprihatinan, namun mereka tetap sabar dan yakin akan ketentuan yang diberikan Allah kepada mereka. Dari mulai diceritakan saat-saat mereka hanya makan nasi putih dengan garam dan bawang goreng, dan bermacam cobaan lainnya. Berkat kegigihan dan kejujuran Rizqaan dalam berdagang, juga kesabaran Halimah istrinya untuk menerima keadaan mereka dan keuletannya me-manage keuangan rumah tangga. Pelan tapi pasti kehidupan keduanya berangsur membaik. Rizqaan menjadi penjual roti keliling yang sukses, berkat kejujurannya dan teguhnya memegang prinsip agamanya untuk tidak berdekatan dengan segala hal yang berbau haram maupun syubhat yang melingkupi bidang pekerjaannya. Rizqaan adalah tipe pekerja keras, namun ia bukanlah hamba dunia. Ia bekerja keras untuk mendapatkan dunia, namun ia berniat menundukkan dunia itu agar menjadi ladang akhirat baginya. Kehidupan ruhaninya yang dulu pun tak menjadi rusak dikarenakan kesibukannya mencari harta, bahkan Rizqaan yang hanya lulusan SMA ini telah menjelma menjadi sosok yang layak menyandang gelar Al-Ustadz.

Kebahagiaan keduanya lengkap tatkala mereka mendapatkan keturunan dari Allah Ta’ala. Bisnis Rizqaan semakin maju, hingga kini Rizqaan sudah bukan lagi penjaja roti keliling tapi sudah menjadi seorang pengusaha roti yang mempekerjakan beberapa karyawan. Omzetnya pun bukan lagi puluhan ribu seperti ketika awal-awal ia merintis usahanya, namun sudah menjadi puluhan juta. Kerikil-kerikil tajam sudah barang tentu menjadi selingan dalam kehidupannya.


Gemuruh prahara

Pada bulan keenam tahun kesepuluh pernikahan mereka adalh puncak kebahagiaan yang mereka rasakan, tidak ada lagi kesusahan dalam hidup mereka. Rizqaan sudah menjadi seorang pengusaha sukses. Rumah mereka bukanlah rumah petak kontrakan ala kadarnya, namun sudah menjadi rumah mewah dengan pabrik roti di belakangnya. Akhirnya memasuki bulan kesebelas kehidupan yang mereka jalani terasa begitu lambat ketika mereka berusaha untuk mempertahankan kehidupan mereka dan menunggu hingga saat tiba bagi Rizqaan untuk membuktikan janjinya kepada mertuanya. Hingga suatu malam tiba, dimana malam itu pada bulan kedua belas dan hari “H” tinggal hanya dua hari lagi terjadi musibah besar yang memporak-porandakan kehidupan yang selama ini mereka bagun dengan susah payah. Kebakaran melanda pabrik dan rumah mereka, hingga menjadikan ayah Rizqaan meninggal dunia. Belakangan di akhir cerita diceritakan, bahwa kebakaran tersebut merupakan ulah dari saudara jahat Halimah yang bernama Asyraf agar ayahnya memenangkan perjanjian dan Halimah menikah dengan lelaki lain yang lebih kaya.


Badai Susulan

Baru beberapa dua hari berselang dari musibah kebakaran tersebut, musibah lain datang menyapa. Hari itu adalah hari final dari perjanjian yang diucapkan Rizqaan saat akad nikah sepuluh tahun yang lalu. Sang mertua (Bapak Halimah) dengan kejamnya menagih janji dari Rizqaan dan menyatakan bahwa Rizqaan tidak dapat memenuhi janjinya, karena saat ini Rizqaan telah menjadi seorang yang bangkrut. Akhirnya dalam pergulatan batin yang hebat sebagai seorang muslim dan muslimah yang menaati Allah dan Rasulnya. Mau tak mau mereka harus menepati janji mereka.

“Halimah istriku……..” ujar Rizqaan, dengan napas tercekat.

“Ya, abuya. Kakanda. Suamiku.” Balas Halimah, tak kalah pedihnya.

“Dihadapan Allah. Atas Dasar ketaatan kita kepada-Nya. Dengan harapan Allah akan memperjumpakan kita di Surga kelak dalam sejuta keindahan yang melebihi segala yang pernah kita rasakan berdua. Atas dasar cinta kasih kita yang suci. Atas dasar kepedihan hati yang mendalam, yang hanya Allah yang mengatahuinya: SAYA MENALAQMU ADINDA.”

Meski tabah, tapi mau tidak mau tangisan Halimah meledak, tak terbendung lagi. Ia menagis terisak-isak. Ia tak pernah membayangkan, bahwa kesetiaannya kepada suami akan berujung pada kepedihan seperti ini. Ya Allah Ya Rabbi. Kami yakin, berkah sesungguhnya adalah pada cinta-Mu kepada kami. Kami merindukan cinta-Mu. Hati Rizqaan dan Halimah berbisik lirih.


Lembaran-lembaran baru kehidupan Rizqaan, Halimah dan Nabhaan anak mereka

Pada bab-bab selanjutnya dikisahkan bagaimana Rizqaan merintis kembali usahanya yang telah hancur dengan sekuat tenaga dan ketabahannya menghadapi cobaan. Juga dikisahkan bagaimana kehidupan Halimah selanjutnya selepas menyandang predikat sebagai seorang janda yang sangat tidak dia harapkan. Tak lupa bagaimana rintihan putra mereka Nabhaan yang saat itu berusia delapan tahun ketika menanyakan kenapa kehidupannya tidak bisa bahagia seperti dulu lagi. Sampai pada suatu saat, ketika ada seorang duda kaya raya anak seorang pejabat yang mengutarakan keinginan untuk menikahi Halimah. Dikisahkan inilah sebab mengapa Asyraf, abang Halimah, melakukan perbuatan keji merusak kehidupan rumah tangga Rizqaan dan Halimah. Namun entah apa yang dibicarakan oleh Halimah, duda tersebut dan ayahnya, ketika mereka berniat melamar Halimah, sehingga menjadikan mererka mengurungkan niat untuk melamarnya. Saat diceraikan oleh Rizqaan, halimah sedang mengandung anak kedua mereka, dan saat menjadi janda kondisi kesehatan Halimah menjadi memburuk dan ternya Halimah telah divonis menderita leukimia (kanker darah) dengan diagnosa bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Hari-hari berlalu sampai suatu ketika Ayah Halimah menyadari bahwa Halimah tidak akan bisa menikah dengan lelaki lain selain Rizqaan.


Ending yang mengharukan

Suatu ketika Halimah dan kedua orang tuanya berkunjung ke rumah Rizqaan yang kini telah mapan kembali.

**************************************

“Kami datang, untuk sebuah keperluan yang mungkin tak pernah kamu duga ananda. Setelah perdebatan panjang, dan banyak kisah-kisah di sekitarnya, kami berniat, akan menikahkanmu kembali dengan putri kami, Halimah…..”

“A….pa…? menikahkanku kembali dengan Halimah” Rizqaan tergagap. Ia tak mampu berbicara. Ada kelebatan sinar menyapu otaknya. Sehingga ia nyaris hanya bisa terpaku karena kegembiraan yang tidak terkira.

*************************************

“Abuya….”

“Maaf, aku belum menjadi suamimu lagi….” sela Rizqaan

“Izinkan aku tetap memanggilmu Abuya. Aku tak terbiasa dengan panggilan lain.”

“Baiklah. Ada apa Adinda?”

“Abuya. Apakah abuya siap menikahiku lagi?”

“Adinda Halimah, kenapa aku tidak siap? Dari dulu aku tak pernah berniat menceraikanmu. Aku senantiasa mencintaimu. Hanya karena kita bukan suami istri lagi, aku selalu menindih rasa cintaku itu sekuat mungkin. Tapi bila diberi kesempatan menikahimu lagi, aku tak mungkin menolak.”

“Meskipun misalnya aku memiliki kekurangan yang tidak kumiliki sebelumnya?”

“Kekurangan apa Adinda?”

“Jawab dulu pertanyaanku.”

“Ya. Aku akan menikahimu dengan segala kekuranganmu yang ada. Selama itu bukanlah cacat dalam agamamu yang tidak dapat diperbaiki.” Ujar Rizqaan tegas.

“Abuya. Aku ingin Abuya menikahiku. Karena aku ingin mati dalam keridhaan seorang suami shalih…..” Halimah berhenti sejenak. Ada keharuan yang membuatnya tercekat, sehingga sulit bicara.

“Abuya bisa segera menikahiku. Tapi aku tak tahu, apakah keinginan itu akan tetap ada, setelah Abuya mengetahui kekuranganku sekarang. Abuya, aku baru saja satu minggu yang lalu melakukan check up. Dan aku terbukti mengidap leukimia…” sampai disitu, Halimah terisak. Ia tak mapu melanjutkan bicaranya.

Rizqaan merasa tersentak. Tapi demi Allah, ia tak sedikit pun merasa sedih. Kegembiraan bisa kembali bersama istrinya, tak bisa terkalahkan oleh kesedihan atas kondisi Halimah tersebut.

“Dokter mengklain bahwa usiaku tak akan lebih dari 3-4 bulan saja….” kembali Halimah menangis.

“Aku tidak peduli. Umur ada di tangan Allah. Manusia hanya mapu mengira-ngira. Nyawaku, bisa saja lebih dahulu terenggut daripada nyawamu. Aku akan segera menikahimu. Biarlah Allah yang menentukan akhir perjalanan hidup kita. Bagiku, hidup atau mati bersamamu, dalam “kecintaan” Allah adalah sebuah kenyataan yang paling penuh berkah”. Rizqaan berbicara dengan kayakinan kokoh membelit jiwanya.

*******************************************

Rizqaan dan Halimah kembali hidup berbahagia. Mereka kembali mengulang masa-masa penuh keceriaan di antara mereka. Satu bulan kemudian, anak mereka yang kedua lahir. Ia seorang bayi perempuan yang cantik. Mirip ibunya, Halimah. Bayi itu dilahirkan dengan cara normal. Bayi maupun ibunya sama-sama selamat.

*******************************************

Kebahagiaan mereka berlanjut, sampai suatu ketika datang berita bahwa abang Halimah, Asyraf menjadi buronan polisi dikarenakan kasus narkoba, dan juga berita tentang dalang penyebab kebakaran yang menewaskan ayah Rizqaan. Karuan berita itu membuat kegembiraan mereka semua hilang. Ayah Halimah yang kini menjelma menjadi orang baik hati marah besar kepada anaknya tersebut. Dan Halimah seketika jatuh pingsan dan sakit.

******************************************

Sore menjelang Maghrib, Halimah terbangun. Disampingnya duduk Rizqaan. Sementara di depannya, Ayah dan ibunya duduk diatas kursi plastik. Mereka semua cemas menantikan kesadarannya. Seorang dokter perempuan –yang sengaja diundang ke rumah- mendekatinya. Memeriksa nadinya, lalu memberikan suntikan di bagian lengannya.

“A…..Abuya….” Halimah berkata lirih.

“Aku disini Adinda”

“Alhamdulillah. Apakah sudah maghrib? “tanya Halimah.

“Belum. Masih kira-kira sepuluh menit lagi.”

“Abuya…”sapa Halimah pelan.

“Ada apa Adinda.”

“Apakah Abuya masih mencintaiku?”

“Tentu Adinda. Aku selalu mencintaimu karena Allah.”

“Aku juga mencintaimu karena Allah, Abuya.” Halimah diam sejenak lalu ia bertanya lirih.

“Apakah engkau akan tetap bersabar atas segala yang menimpa kita, Abuya?”

“Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar, Adinda….”

“Abuya. Jawablah pertanyaanku.”

“Ya. Apa Adinda?”

“Apakah engkau meridhaiku sebagai Istri?”

“Sudah tentu Adinda. Suami mana pun akan meridhai istri seshaliha dirimu. Setaat dirimu. Sepatuh dirimu. Kamu bukanlah wanita yang tak memiliki kekurangan atau kesalahan. Tapi dengan keshalihanmu, ketaatanmu, kepatuhanmu, aku senantiasa ridha terhadapmu…..”

“Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush shaalihaat. Aku ingin termasuk di antara wanita yang disebutkan dalam Hadits.”

“Bagaimana itu Adinda?”

أًَيُّمَا امْرَ أًَ ة مَا تَتْ وَ زَ جُهَا عَنْهَا رَا ض د خَلَت الْجَنَّهَ

“Wanita mana pun yang meninggal dunia sementara suaminya ridha kepadanya, ia pasti masuk surga.”
Halimah mengucapkan Hadits itu sedemikian fasihnya. Arab, berikut terjemahannya.

“Semua wanita shalihah, mengidamkan hal itu Adinda, dengan izin Allah, Adinda akan termasuk di dalamnya.”

“Allahumma amien. Abuya, sekarang aku puas. Apaun yang terjadi atas diriku, kini aku sudah kembali menjadi istrimu. Aku telah berdo’a setiap malam, agar aku bisa berdampingan dengan suami yang shalih. Sehingga kalaupun mati, aku akan mati dengan keridhaan Allah kemudian dengan keridhaan suamiku…..” Halimah berhenti sejenak.

“Abuya, betapa indahnya bila Allah betul-betul mencintai kita. Aku ingin dengan cinta-Nya, kita berdua menuai bahagia seutuhnya. Kebahagiaan yang bukan Cuma di dunia, tapi juga di akhirat.”

Halimah menghela nafasnya yang terasa begitu berat.

“Abuya bila aku sudah tiada, berjanjilah untuk senantiasa berjalan di atas ajaran Allah. Didiklah anak kita, dan berbaktilah kepada orang tua….”

“Jangan berkata begitu Adinda….” Rizqaan menyela.

Halimah memberikan isyarat dengan tangannya, agar Rizqaan tidak bertanya apa-apa.

“Berjanjilah Abuya…..”

“Aku berjanji Adinda. Tanpa berjanji pun, ketaatan kepada Allah adalah janji seluruh manusia saat mereka berada dalam perut ibu mereka….” ujar Rizqaan.

“Alhamdulillah…….”

“Abuya….tabir itu mulai terbuka…..Aku mencintaimu, Abuya. Abuya tak perlu meragukan cintaku. Tapi aku lebih merindukan Allah. Bila ini kesempatanku bersua dengan-Nya. Aku tidak akan menyia-nyiakannya sedikit pun…….”

“Adinda….”

“Laa ilaaaha illallah…muhammadurrasulullah……”

“Adinda….”

“Laa ilaaaha illallah…muhammadurrasulullah……”

“Laa ilaaaha illallah…muhammadurrasulullah……”

“Laa ilaaaha illallah…muhammadurrasulullah……”

Suara tahlil itu semakin lembut dan syahdu dari mulut Halimah. Terus menerus. Semakin lama, semakin lemah. Namun semakin syahdu. Sampai akhirnya suara terakhir terdengar, masih sama, “Laa ilaaaha illallah…muhammadurrasulullah……”

Usai berakhirnya suara itu, nafas Halimah terhenti. Di tengah keheningan kamar di rumah mereka, yang masih tercium bau catnya. Karena belum lama dibangun Halimah mengehembuskan nafas terakhirnya. Sang ibu menjerit. Sang bapak menangis. Rizqaan juga tak kuasa menahan air matanya yang tiba-tiba mengalir deras. Pernikahannya dengan Halimah yang merupakan masa kembalinya kebahagiaannya yang beberapa saat nyaris lenyap, kini nyaris terenggut kembali. Tapi kepergian Halimah dengan kondisi yang menyemburatkan aurat Surga, membuat hatinya terasa nyaman. Ia bersedih, tapi juga berbangga dengan istrinya. Kesedihannya pupus perlahan karena rasa bangga bercampur rasa iri yang menyejukkan jiwanya. Betapa berbahagia Halimah.

Tak lama kemudian, adzan maghrib terdengar. Mereka mendengarkannya dengan khusyu’. Saat lantunan adzan berhenti, Ayah Halimah mendekati Rizqaan. Ia manatap menantunya yang sekian lama ia kecewakan. Sekian lama ia perangkap dalam kesukaran dan penderitaan. Pria yang –dengan seizin Allah- telah mengubah wujud putrinya, sehingga menjelma menjadi wanita shalihah begitu setia pada kebenaran. Ia menatap pemuda itu. Air matanya menetes tak terbendung. Penyesalan membuncah sehingga nyaris membakar otak. Ia nyaris bisu dalam suasana hati yang kuyup penyesalan.

“Duhai, seandainya aku masih memilki putri yang lain. Pasti aku akan menikahkannya denganmu, ananda.” Ujar ayah Halimah kepada Rizqaan.

“Halimah sudah cukup bagiku pak. Nikahkanlah aku kembali dengan putrimu itu pak.”

“Aku sudah melakukannya dua kali ananda…..”

“Cobalah untuk yang ketiga kalinya pak…”ujar Rizqaan lirih.

“Itu bukan lagi hakku ananda. Biarlah Allah yang akan menikahkanmu dengannya di Surga kelak. Relakanlah kepergiannya saat ini. Semua kita toh pasti akan mati juga. Gapailah Surga dengan amal ibadahmu. Dengan ketulusan hatimu. Hanya dengan itu Allah akan berkenan mempertemukanmu kembali dengannya…..”

Rizqaan tersenyum.

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
وَادْخُلِي جَنَّتِي

Hai jiwa yang tenang
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku,
masuklah ke dalam syurga-Ku.

****************************************

Buku ini saya baca ba’da zhuhur dan selesai menamatkan lembar demi lembar halaman penuh hikmahnya selepas ashar. Sungguh saya berarti telah membohongi diri sendiri bila tidak menitikkan air mata terhanyut dalam episode perjalanan kehidupan anak manusia yang subhanallah sangat layak dijadikan bahan pelajaran ini.

Wahai saudara-saudariku seiman, saya tidak akan mengingkari bahwa novel, cerpen, dan cerita berlabel Islami lainnya dapat diambil hikmahnya. Bahkan menurut kalian hal itu bisa dijadikan sarana dakwah kepada orang-orang yang belum mengenal Islam dengan sekelumit kaidah-kaidah syar’iyah di dalamnya. Tidak wahai saudara-saudariku, saya juga pernah terlarut di dalam menikmati beragam karya sastra tersebut, bahkan dari pengarang kafir dan atheis sekalipun saya pernah menikmatinya. Tetapi sekali lagi, tujuan tidaklah menghalalkan cara, dan kebaikan tidak akan diperoleh dengan jalan yang bathil. Maafkan saya, dalam hal ini saya tidak sependapat dengan kalian, karena hal ini telah jelas seperti layaknya sinar mentari yang terang benderang yang menerangi suatu jalan yang lurus.

Resensi selesai dibuat selepas Isya’ 22 Rajab 1429 H

[END READ]

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Diperbarui 3 minggu yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
Ummu Zalfa, Ummu Yus Abdulloh, Itsna Ummu Zahrah dan 18 lainnya menyukai ini.
Lihat ke-32 komentar
Tulis komentar...
Wanita Penghuni Surga Itu...
Bagikan
oleh Itsna Ummu Zahrah (catatan) 28 September 2009 jam 10:44
Penulis: Ummu Rumman
Muraja’ah: ustadz Abu Salman

Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku,
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”

Aku menjawab, “Ya”

Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’

Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’

Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Betapa rindunya hati ini kepada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang wanita yang berhasil meraih kedudukan mulia tersebut. Bahkan ia dipersaksikan sebagai salah seorang penghuni surga di kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.

Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada muridnya, Atha bin Abi Rabah, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst”

Wahai saudariku, tidakkah engkau iri dengan kedudukan mulia yang berhasil diraih wanita itu? Dan tidakkah engkau ingin tahu, apakah gerangan amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga?

Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok? Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam?

Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam.

Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan Allah dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada suaminya dan orang-orang yang halal baginya.

Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita ke kedudukan yang mulia. Dengan ketaqwaannya, keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan shalihnya, seorang wanita yang buruk rupa di mata manusia pun akan menjelma menjadi secantik bidadari surga.

Bagaimanakah dengan wanita zaman sekarang yang sibuk memakai kosmetik ini-itu demi mendapatkan kulit yang putih tetapi enggan memutihkan hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi tak khawatir bila iman dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka petunjuk -.

Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu, janganlah engkau merasa rendah diri. Syukurilah sebagai nikmat Allah yang sangat berharga. Cantikkanlah imanmu. Cantikkanlah hati dan akhlakmu.

Wahai saudariku, wanita hitam itu menderita penyakit ayan sehingga ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau agar berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya. Seorang muslim boleh berusaha demi kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar syariat. Salah satunya adalah dengan doa. Baik doa yang dipanjatkan sendiri, maupun meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan berupa doa-doanya yang dikabulkan oleh Allah.

Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.”

Saudariku, penyakit ayan bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak anggota masyarakat yang masih menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.

Tapi, lihatlah perkataannya. Apakah engkau lihat satu kata saja yang menunjukkan bahwa ia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah ia mengeluhkan betapa menderitanya ia? Betapa malunya ia karena menderita penyakit ayan? Tidak, bukan itu yang ia keluhkan. Justru ia mengeluhkan auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.

Subhanallah. Ia adalah seorang wanita yang sangat khawatir bila auratnya tersingkap. Ia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya dan ia berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, calon penghuni surga. Yaitu mempunyai sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang di saat sehat pun dengan rela hati membuka auratnya???

Saudariku, dalam hadits di atas terdapat pula dalil atas keutamaan sabar. Dan kesabaran merupakan salah satu sebab seseorang masuk ke dalam surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.”

Wanita itu lebih memilih bersabar walaupun harus menderita penyakit ayan agar bisa menjadi penghuni surga. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan dengan kesabaran yang baik.

Saudariku, terkadang seorang hamba tidak mampu mencapai kedudukan kedudukan mulia di sisi Allah dengan seluruh amalan perbuatannya. Maka, Allah akan terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan suatu hal yang tidak disukainya. Kemudian Allah Memberi kesabaran kepadanya untuk menghadapi cobaan tersebut. Sehingga, dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, sang hamba mencapai kedudukan mulia yang sebelumnya ia tidak dapat mencapainya dengan amalannya.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Al-Haadits Ash-shahihah 2599)

Maka, saat cobaan menimpa, berusahalah untuk bersabar. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya.

Lalu wanita itu melanjutkan perkataannya, “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar auratnya tidak tersingkap. Wanita itu tetap menderita ayan akan tetapi auratnya tidak tersingkap.

Wahai saudariku, seorang wanita yang ingatannya sedang dalam keadaan tidak sadar, kemudian auratnya tak sengaja terbuka, maka tak ada dosa baginya. Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi, lihatlah wanita tersebut. Bahkan di saat sakitnya, ia ingin auratnya tetap tertutup. Di saat ia sedang tak sadar disebabkan penyakitnya, ia ingin kehormatannya sebagai muslimah tetap terjaga. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang secara sadar justru membuka auratnya dan sama sekali tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya? Maka, masihkah tersisa kehormatannya sebagai seorang muslimah?

Saudariku, semoga kita bisa belajar dan mengambil manfaat dari wanita penghuni surga tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam.

Marji’:
Syarah Riyadhush Shalihin (terj). Jilid 1. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin. Cetakan ke-3. Penerbit Darul Falah. 2007 M.

***

Artikel muslimah.or.id
Diperbarui sekitar sebulan yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
11 orang menyukai ini.
Lihat ke-11 komentar
Jafnah Azizah
Jafnah Azizah
Afwan,ana brharap sekali bisa dengar cerita tentang muslimah berjihad.or tentang perjuangan para shahabiyah dlm menegakkan kalimatillah.syukron..
01 Oktober jam 1:06
Itsna Ummu Zahrah
Itsna Ummu Zahrah
Afwan...waiyyaki..
01 Oktober jam 2:36
Tulis komentar...
AWAS!! Pornografi & Foto Akhwat Berjilbab!!
Bagikan
oleh Ummu Yahya 'Hendrita N' (catatan) 27 September 2009 jam 16:44
Beberapa waktu yang lalu, ketika membaca salah satu artikel di blog Wiramandiri, betapa sedihnya hati ini, ketika mengetahui bahwa pada saat ini di dunia maya (internet), banyak terpampang foto akhwat atau wanita muslimah berjilbab dengan badan atau tubuh (maaf) tanpa busana alias telanjang atau bugil! Wal ‘iyadzubillah! Sungguh ironis memang, tapi inilah kenyataannya. Para pengelola website cabul/ porno/ sex dan orang-orang yang sejenisnya –semoga Allah memberi hidayah kepada mereka dan kita semua-, kini melancarkan serangannya kepada muslimah berjilbab. Dengan sengaja dan tanpa rasa penyesalan dan bersalah, mereka memodivikasi foto para muslimah berjilbab (yang ironisnya begitu banyak bertebaran di internet, baik di website, blog, Friendster , dll) dengan foto wanita fasik yang tanpa busana (telanjang). Sehingga, hasilnya menjadi foto wanita berjilbab telanjang! Tujuan mereka melakukan hal ini (mengubah foto wanita berjilbab) adalah untuk melecehkan kaum hawa yang teguh melaksanakan Syari’at Islam. Na’udzubillah min dzalik. Bahkan, beberapa waktu lalu, terdapat link khusus yang dibuat untuk melihat foto-foto orang lain yang disimpan secara private (pribadi) di Friendster, tanpa sepengetahuan yang empunya FS! Maka berhati-hatilah wahai Saudara dan saudariku, jangan asal menyimpan foto di internet!

Oleh karena itu, melalui media ini, kami menasihatkan kepada seluruh saudariku muslimah (termasuk kaum Adam), untuk tidak memasang foto mereka di internet, baik di blog/ website, FS (Friendster), gambar avatar, Flickr, dll. Sedangkan bagi mereka yang telah terlanjur memasang foto di internet, kami memohon untuk segera menghapus foto Anda, agar Anda tidak menjadi korban berikutnya! Padahal kita telah mengetahui, betapa mulianya kedudukan seorang wanita di dalam Islam.

Saudariku, sebenarnya, para ulama telah lama memberi peringatan dan nasihat, tentang larangan fotografi. Hal ini dikarenakan, hukum asal dari gambar makhluk bernyawa adalah haram. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya terdapat lukisan” [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]. Berdasarkan hadits ini, sebagian ulama berfatwa tentang haramnya foto makhluk bernyawa, walaupun hanya untuk digunakan sebagai foto kenangan. Akan tetapi ada ulama yang membolehkan foto makhluk jika digunakan untuk sesuatu yang DARURAT, seperti KTP, Paspor, Ijazah, dan lain-lain. Ketahuilah, musibah ini (fitnah foto wanita berjilbab porno) merupakan salah satu akibat jika kita meremehkan ajaran Islam dan meremehkan peringatan (fatwa) ulama.

Semoga nasihat singkat ini, bisa diambil pelajaran bagi mereka yang berakal dan orang-orang setelahnya. Wallahu a’lam.


Al-Faqir ila maghfirati Rabbihi

Akhukum fillah Abu Zayd As-Salafy

Artikel http://salafiyunpad.wordpress.com/2008/11/20/awaspornografi-foto-akhwat-berjilbab/
Diperbarui sekitar sebulan yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
Hanunah Ghaida Zanirah, Itsna Ummu Zahrah, Ummu 'Abdirrahman Al-Makassariah dan 22 lainnya menyukai ini.
Lihat ke-33 komentar
Tulis komentar...
Menikah Di Bulan Syawal ? Siapa Takut!!
Bagikan
oleh Ummu Yahya 'Hendrita N' (catatan) 25 September 2009 jam 21:00
Bismillah,

Ibnu Mandzur berkata, “Syawwal adalah termasuk nama bulan yang telah dikenal, yaitu nama bulan setelah bulan Ramadhan, dan merupakan awal bulan-bulan haji.” Jika dikatakan Tasywiil (syawwalnya) susu onta berarti susu onta yang tinggal sedikit atau berkurang. Begitu juga onta yang berada dalam keadaan panas dan kehausan.

Orang Arab menganggap bakal sial/malang bila melangsungkan aqad pernikahan pada bulan ini dan mereka berkata : “Wanita yang hendak dikawini itu akan menolak lelaki yang ingin mengawininya seperti onta betina yang menolak onta jantan jika sudah kawin/bunting dan mengangkat ekornya.”

Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membatalkan anggapan sial mereka tersebut, dan Aisyah berkata, “Rasulullah menikahiku pada bulan Syawwal dan berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di antara isteri-isteri beliau yang lebih beruntung dariku?” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya, VI/54, Muslim dalam shahihnya II/1039, kitab An-Nikah, hadits nomor 1423, At-Tirmidzi dalam Sunan-nya II/277, Abwab Annikah, hadits nomor 1099. Beliau berkata: Ini hadits hasan shahih. An-Nasai dalam Sunan-nya, VI/70, kitab An-Nikah, bab “Pernikahan pada Bulan Syawal. Ibnu Majah dalam Sunan-nya, I/641, kitab An-Nikah, hadits nomor 1990.)

Maka yang menyebabkan orang Arab pada jaman jahiliyah dulu menganggap sial menikah pada bulan syawwal adalah keyakinan mereka bahwa wanita akan menolak suaminya seperti penolakan onta betina yang mengangkat ekornya, setelah kawin/bunting.

Berkata Ibnu Katsir – rahimahullah – : “Berkumpulnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pada bulan syawwal merupakan bantahan terhadap keraguan sebagian orang yang membenci untuk berkumpul/ menikah dengan isteri mereka di antara dua hari raya, karena kawatir bakal terjadi perceraian antara suami-isteri tersebut, yang hal ini sebenarnya tidak ada sesuatupun padanya.” (Al Bidayah Wan Nihayah III/253)

Anggapan sial menikah pada bulan Syawwal adalah perkara batil, karena anggapan sial itu secara umum termasuk ramalan/undi nasib yang dilarang oleh Nabi Shallallahu Alaihi wassallam pada sabda beliau :
لا عدوى و لا طيرة

“Tidak ada penyakit menular dan tidak ada ramalan/nasib sial”. (HR. Al Bukhari dalam shahihnya cetakan bersama Fathul Bari (X/215) kitab At Thib. Hadits nomor : 5757. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al jami’ No. 7530)

Dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam :
الطيرة شرك

“Ramalan nasib adalah syirik.” (HR. Ahmad dalam musnadnya (I/440). Abu Daud dalam sunannya (IV/230) kitab at Thib Hadits nomor : 3910. At Tirmidzi dalam sunannya (III/74,75) Abwab As Sair, hadits nomor : 1663. beliau berkata : hadits hasan shahih. Ibnu Majah dalam sunannya (II/1170) Kitab At Thib nomor hadits : 3537. Al Hakim dalam Mustadzraknya (I/17,18) kitab Al Iman beliau berkata : hadits yang shahih sanadnya, stiqah rawi-rawinya dan bukhari dan muslim tidak mengeluarkan dalam shahih keduanya. Dan disepakati Ad Dzahabi dalam talkhishnya. Dishahihkan pula Al Albani di Shahih Al Jami’ No : 3960)

Begitu juga sama halnya dengan itu adalah anggapan sial di bulan Shafar.
Berkata Al Imam An-Nawawi –rahimahullah- dalam menjelaskan hadits Aisyah Radhiyallahu’anha, di atas: “Hadits itu menunjukkan bahwa disunnahkan menikahi, memperistri wanita dan berkumpul/menggauli pada bulan Syawwal dan shahabat-shahabat kami juga menyebutkan sunnahnya hal itu dan mereka berdalil dengan hadits tersebut.”

Aisyah sengaja berkata seperti tersebut diatas untuk membantah tradisi orang-orang jahiliyyah dan apa yang dihayalkan sebagian orang awam pada saat ini, berupa ketidak sukaan mereka menikah dan berkumpul pada bulan Syawwal. Dan hal ini adalah batil dan tidak ada dasarnya, dan termasuk peninggalan jahiliyyah dimana mereka meramalkan hal tersebut dari kata syawwala yang artinya mengangkat ekor ( tidak mau dikawin).” (Syarah shahih Muslim karya Imam an Nawawi (IX/209).
Wallaahu a’lam Bishawab.

Penulis: Abdullah bin Abdul Aziz At tuwaijiry

(Kitab Al Bida’ Al Hauliyyah karya : Abdullah bin Abdul Aziz At tuwaijiry. Cet. I Darul Fadhilah Riyadh, Hal. 348-349. Penterjemah : Muhammad Ar Rifa’i)
Sumber :
http://kaahil.wordpress.com/2009/09/24/nikah-di-bulan-syawal-siapa-takut/#more-1780
Diperbarui sekitar sebulan yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
Itsna Ummu Zahrah, Ummu Yus Abdulloh, Leily Kakaknya Robiat dan 13 lainnya menyukai ini.
Lihat ke-9 komentar
Netty Asiani
Netty Asiani
Undangannya di tunggu. InsyaAllah hadir biar mendapat hikmah.
29 September jam 10:00
Ummu Yahya 'Hendrita N'
Ummu Yahya 'Hendrita N'
^__^
29 September jam 20:21
Tulis komentar...
Mensyukuri Nikmat Allah dengan Menuntut Ilmu Agama
Bagikan
oleh Itsna Ummu Zahrah (catatan) 15 September 2009 jam 15:52
Bismillahirrahmanirrahiim...
Semoga tulisan ini bisa memberikan manfaat bagi kita

Kewajiban kita atas karunia yang kita terima

Sesungguhnya wajib bagi kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan cara melaksanakan kewajiban terhadap-Nya. Merupakan kewajiban karena nikmat yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada kita. Seseorang yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada orang lain yang telah memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya, ia adalah orang yang yang tidak tahu berterima kasih. Maka manusia yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah manusia yang paling tidak tahu berterima kasih.

Apakah kewajiban yang harus kita laksanakan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan karuniaNya kepada kita?

Jawabannya adalah karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan karuniaNya kepada kita dengan petunjuk ke dalam Islam dan mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka bukti terima kasih kita yang paling baik adalah dengan beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala secara ikhlas, mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, menjauhkan segala bentuk kesyirikan, ittiba’ (mengikuti) Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam, taat kepada Allah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan RasulNya Shallallahu Alaihi Wa Sallam, yang dengan hal itu kita menjadi muslim yang benar.

Muslim sejati ialah muslim yang mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, serta ittiba’ hanya kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Oleh karena itu untuk menjadi seorang muslim yang benar, ia harus menuntut ilmu syar’i. Ia harus belajar agama Islam, karena Islam adalah ilmu dan amal shalih. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam diutus Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk membawa keduanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dia-lah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.(QS At Taubah:33 dan Ash Shaf : 9).

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman :

هُوَالَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

Dia-lah yang telah mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkanNya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.(QS Al Fath : 28).

Yang dimaksud dengan الهُدَى (petunjuk) ialah ilmu yang bermanfaat, dan دِيْنُ الْحَقِ (agama yang benar) ialah amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatanNya, hukum-hukum dan berita yang datang dariNya, memerintahkan semua yang bermanfaat untuk hati, ruh dan jasad. Beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, mencintaiNya, berakhlak dengan akhlak yang mulia, beramal shalih, beradab dengan adab yang bermanfaat. Beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam melarang perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk yang berbahaya untuk hati dan badan, dunia dan akhirat.1

Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu sebagai jalan yang lurus (ash shirathal mustaqim), untuk memahami antara yang haq dan bathil, yang bermanfaat dengan yang mudaharat (membahayakan), yang dapat mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam.

Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن ماجه 224 عن أنس بن مالك)
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas bin Malik Radhiallahu'anhu, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913)2

Keutamaan Ilmu dan Menuntutnya

Ilmu memiliki keutamaan, diantaranya :

1. Menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga.(HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah Radhiallahu'anhu).

2. Warisan para Nabi, sebagaimana sabda Rasululloh :

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ رَوَاه التِّرْمِذِيْ

Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, namun hanya mewariskan ilmu. Sehingga siapa yang mengambil ilmu tersebut maka telah mengambil bagian sempurna darinya (dari warisan tersebut).(HR At Tirmidzie )

3. Allah mengangkat derajat ahli ilmu didunia dan akherat, sebagaimana firmanNya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan:”Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58:11)

4. Ilmu Pintu kebaikan dunia dan akherat, sebagaimana sabda Rasululloh :

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Barang siapa yang Allah inginkan padanya kebaikan maka Allah fahamkan agamanya.

Pentingnya ilmu syar’i

Kita senantiasa ditambahkan ilmu, hidayah dan istiqamah di atas keta’atan, bila kita menuntut ilmu syar’i. Hal ini tidak boleh diabaikan dan tidak boleh juga dianggap remeh. Kita harus selalu bersikap penuh perhatian, serius serta sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Kita akan tetap berada di atas ash-Shirathal Mustaqiim bila kita selalu belajar ilmu syar’i dan beramal shalih. Kalau kita tidak perhatikan dua hal penting ini bukan mustahil Iman dan Islam kita akan terancam bahaya. Iman kita akan terus berkurang dengan sebab ketidaktahuan kita tentang Islam, Iman, Kufur, Syirik, dan dengan sebab banyaknya dosa dan maksiyat yang kita lakukan ! Bukankah Iman kita jauh lebih berharga daripada hidup ini ? Dari sekian banyak waktu yang kita habiskan untuk bekerja, berusaha, bisnis, berdagang, kuliah dan lainnya, apakah tidak bisa kita sisihkan sepersepuluhnya untuk hal-hal yang dapat melindungi Iman kita ?

Saya tidaklah mengatakan bahwa setiap muslim harus menjadi ulama, membaca kitab-kitab yang tebal dan menghabiskan waktu sepuluh atau belasan tahun untuk usaha tersebut. Minimal setiap muslim harus bisa menyediakan waktunya satu jam saja setiap hari untuk mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam. Itulah waktu yang paling sedikit yang harus disediakan oleh setiap muslim, baik remaja, pemuda, orang dewasa maupun yang sudah lanjut usia. Setiap muslim harus memahami esensi ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman salafush shalih. Oleh karena itu ia harus tahu agama Islam dengan dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga ia dapat mengamalkan Islam ini dengan benar. Tidak banyak waktu yang dituntut untuk memperoleh pengetahuan agama Islam. Bila Iman kita lebih berharga dari segalanya, maka tidak sulit bagi kita untuk menyediakan waktu 1 jam ( enam puluh menit ) untuk belajar tentang Islam setiap hari dari waktu 24 jam ( seribu empat ratus empat puluh menit).

Ilmu syar’i mempunyai keutamaan yang sangat besar dibandingkan dengan harta yang kita miliki. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu (wafat tahun 751 H) menjelaskan perbedaan antara ilmu dengan harta.

Kemuliaan ilmu atas harta

1. Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.
2. Ilmu itu menjaga yang empunya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.
3. Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta
4. tidak berkuasa atas ilmu.
5. Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedang ilmu justru bertambah dengan diajarkan.
6. Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan dengan hartanya, sedang ilmu mengiringinya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.
7. Harta bisa didapatkan oleh siapa saja baik orang beriman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedang ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.
8. Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan dirinya dan kemuliaannya. Sedang harta, ia tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya. Jadi keinginannya kepada ilmu adalah inti kesempurnaannya dan keinginannya kepada harta adalah ketidaksempurnaannya dirinya.
9. Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar semua ketaatan, sedangkan mencintai harta dan dunia adalah akar semua kesalahan.
10. Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan ilmunya dan akhlaknya, sedang orang kaya itu mengajak manusia ke neraka dengan harta dan sikapnya.
11. Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ilusi. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhannya syahwatnya, itulah kelezatan binatang. Sedang kelezatan ilmu, ia adalah kelezatan akal plus ruhani yang mirip dengan kelezatan para malaikat dan kegembiraan mereka. Antara kedua kelezatan tersebut (kelezatan harta dan ilmu) terdapat perbedaan yang mencolok.

Faktor Pembantu Dalam Menuntut Ilmu

Faktor pembantu dalam keberhasilan menuntut ilmu sangat banyak sekali, diantaranya:

1. Taqwa
2. Do’a
3. konsistensi dan kontinyuitas dalam menuntut ilmu
4. Menghafal
5. Mulazamah ulama

Cara Tahshiel Ilmu

Ada dua cara mendapatkan ilmu :

1. dengan menelaah dan mangambilo ilmu dari kitab-kitab yang terpercaya yang telah ditulis para ulama yang sudah dikenal aqidah dan amanahnya
2. Dengan menerima langsung dari guru yang terpercaya kelilmuan dan kesholehannya. Cara inilah yang paling cepat dan gampang dalam mengambil ilmu agama.

Demikianlah ringkasan makalah ini, mudah-mudahan bermanfaat.

(makalah ini wakaf dan diperbolehkan siapa saja yang mau mengcopi, menukil dan menyebarkannya baik dengan nama penulis ataupun tidak)

Sumber :
(Pondok Pesantren Imam Bukhari/ http://bukhari.or.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=186:mensyukuri-nikmat-allah-dengan-menuntut-ilmu-agama&catid=21&Itemid=333)

******************************************************************************
Diperbarui sekitar 2 bulan yang lalu · Komentar · Suka / Tidak Suka
Natta De Coco, Ummu Yus Abdulloh dan 2 orang lainnya menyukai ini.
Lihat ke-7 komentar
Fathin Bin Abdulloh
Fathin Bin Abdulloh
brng siapa yg menginginkan dunia mk dia hrz berilmu, brg siapa yg menginginkn akhirat dy jg hrz berilmu, brng siapa yg menginginkn DUNIA dan AKHIRAT, HARUZ DG ILMU...
yg dsayangkan pd zaman skrg dg kmajuan teknologi, bnyak orang/anak muda lebih suka belajar dr ulama dunia maya, yg tdk jelas rimba ilmunya/asal-usulnya (y g smua!) drpd mendekati atau belajar pd ulama lngsung.bhkan pd beberapa penulisan didunia maya sungguh trdapat ksalahan,mlh bs dibilang ngawur...
sy tdk menyalahkan mereka yg HANYA belajar dr ulama dunia maya krn ini msh lbh baik drpd tdk ada usaha mncri ilmu...
ya bc2 tulisan didunia maya bwt pndamping atw update dg keadaan skrg y g pa2 lh tp alangkah lbh baiknya kita ngalap ilmu yg utama dg blajar lngsung dg ulama.ya tho ya?
bhkan dslh 1 makalah sayidina ali r.a. yg digunakan sbg anutan di ponpes2,yg kurang lbh,'brg siapa yg blajar suatu ilmu tanpa guru maka gurunya setan!' ... Baca Selengkapnya
al hasil udah trbukti tho bnyk yg keblinger,ad yg ngaku nabi lh,dll.y tho y?tp y jgn diartiin ni bwt taklid.
17 September jam 6:42
Wiwik Setyo Wiyati
Wiwik Setyo Wiyati
Jazkillah ats kirman notey..sgt brmanf't :-)
17 September jam 14:27
Tulis komentar...
Wanita Ahli Surga dan Ciri-cirinya...
Bagikan
oleh Itsna Ummu Zahrah (catatan) 09 September 2009 jam 11:03
Dalam hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)


Kutipan Hadits di atas menggambarkan salah satu ciri - ciri wanita surga.


* Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga :

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.



Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).


So, untuk para calon bidadari.... Ayo kuatkan Iman kalian...

Wallahu A’lam Bis Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar