Minggu, 03 Januari 2010

Dengan 5 Hal Ini, Kau Akan Berbahagia Bersamaku, Istriku…

*diketik ulang oleh Humaira Ummu Abdillah dari majalah al-mawwaddah, Edisi I Tahun ke-3,Sya’ban 1430H/2009,Rubrik: Taman Pasutri, oleh: Ustadz Abu Amar al-Ghoyami hal:29-30*

Suami Anda mungkin tidak pernah berkata-kata secara terbuka dan apa adanya kepada Anda. Setiap Anda bertanya kepadanya ia selalu menjawab dengan mendahulukan perasaannya. Akibatnya, Anda tidak bisa puas dengan jawabannya yang memang sangat sedikit.Bila ini terjadi pada suami Anda, maka Anda harus tahu bahwa memang tidak semua laki-laki bisa begitu saja terbuka, namun benar-benar ada tipe suami yang memang pendiam dan pemalu.

Berikut tips yang bisa digunakan oleh istri untuk mengambil hati suaminya yang pendiam dan pemalu yang menurut hasil penelitan telah terbukti banyak memberi faedah bagi istri untuk bisa hidup berbahagia bersama suaminya.

1. Jadilah Istri Yang Menghormati Suami

Bila istri menghormati suaminya, maka dengan mudahnya suami pun akan menghormatinya. Namun, bila istri tidak bisa menghormati suaminya maka selamanya ia akan menderita disisi suaminya. Mengapa? Apakah memang sikap saling menghormati merupakan kebutuhan asasi bagi suami yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sehingga mereka mewajibkannya atas istri?

Banyak istri yang bila telah melahirkan anak suaminya beranggapan bahwa ia akan terus damai disisi suaminya. Ia menyangka akan senantiasa bahagia disisi suaminya hanya dengan telah lahirnya anak suaminya. Akibat dari sangkaan dan duga-duga ini akhirnya banyak istri yang lupa atau tidak lagi memandang perlu sikap hormat kepada suaminya. Ia banyak merendahkan suaminya dan menyepelekannya.

Ketahuilah, istri yang menghormati suaminya ialah istri-istri penduduk surga. Tidaklah Anda ingin meneladani mereka? Rasulullah shalallahu alaihi wassalam pernah bersabda:

“Maukah aku kabarkan kepada kalian para istri kalian di surga? Wanita yang penyayang, sangat subur, dan suka kembali berbuat baik yang apabila berbuat aniaya ia akan mengatakan, ‘ Ini tanganku ada diatas tanganmu, aku tidak bisa sekejap pun memejamkan mata sehingga engkau ridho kepadaku”1

Bukankah meminta maaf merupakan bentuk penghormatan yang tinggi? Bukankah mengulurkan tangan mengharapkan maaf suami merupakan sikap hormat istri kepadanya? Maka, bila Anda ingin menghormati suami, jadilah istri yang sabar atas kekhilafannya. Jadilah istri yang tidak pernah menentang suami saat ia marah. Jadilah istri yang menghargai dan menghormati cemburu suami. Jadilah istri yang bisa menjaga suami. Jadilah istri yang tidak enggan meminta maaf. Enggan meminta maaf suami adalah bukti kesombongan istri. Tunjukkan rasa hormat dan perhatian Anda kepada suami dihadapan orang lain, baik saat ia bersamamu maupun saat ia tidak hadir disisimu. Dengan begitu, Anda telah menghormatinya dan insya Allah Anda akan senantiasa bahagia disisinya. Perkataan yang mudah terucap dan mudah menghancurkan rumah tangga ialah, “ Aku tidak akan menghormatimu lagi”.

2. Jadilah Istri Yang Bertanggung Jawab

Banyak istri mengeluhkan perihal suaminya yang tidak bertanggung jawab. Sementara banyak pula suami yang menganggap istrinya tidak bertanggung jawab.

Dalam masalah ini, penting sekali kita menilik kisah Asma’, putri Abu Bakar ash Shidiq. Ia adalah istri yang ikut memikul tanggung jawab dirumah suaminya secara sempurna. Bahkan ia tetap menjaga dan menghormati perasaan serta kecemburuan suaminya.

Suaminya ialah Zubair, seorang sahabat yang fakir. Asma’ pun tahu bahwa suaminya sangat membutuhkan kesiapannya untuk ikut memikul tanggung jawab keluarga bersamanya. Ia biasa mengurusi makanan kuda Zubair, menjahit tempat airnya, menumbuk gandum, mengusung biji-bijian dari kebun dan lain-lainnya. Namun begitu, ia sangat menyadari bahwa keadaanya tidak boleh mengurangi rasa hormatnya kepada suaminya. Ia tetap menjaga perasaan suaminya dan kecemburuannya. Ia lebih memilih mengusung biji-bijian diatas pundaknya dengan berjalan kaki daripada naik untuk padahal ada kaum laki-laki bersamanya. Hal itu hanya demi menghargai kecemburuan suaminya. Sehingga dihadapan istri yang sangat menghargai dan bertanggung jawab inilah sosok seorang suami pun luluh hatinya sehingga ia berkata, “ Demi Allah, pengorbananmu untuk membawa biji-bijian itu jauh lebih berat bagiku daripada dudukmu diatas unta Rasulullah shalallahu aalaihi wassalam”.Memang , Asma’ lebih mendahulukan kecemburuan suaminya sehingga tidak menerima tawaran Rasulullah Shalallahualaihi wassalam untuk naik di unta beliau saat mengusung biji-bijian.

3. Jadilah Istri Yang Terbuka dan Menghargai Perasaan

Ketenteraman perasaan dipengaruhi oleh terungkapnya isi hati pasutri. Ungkapan isi hati tentang rasa cinta kasih istri terhadap suami merupakan factor utama untuk mewujudkan kebahagiaan rumah tangga. Para suami sangat membutuhkan hal itu, sebagaimana istripun membutuhkannya. Bahkan Rasulullah Shalallahu aalaihi wassalam membolehkan istri berdusta dalam pengungkapan rasa cinta dan kasihnya terhadap suaminya demi terwujudnya kehangatan hubungan berumah tangga dan demi terpeliharanya ikatan pernikahan.2 Lalu,mengapa pasutri tidak melakukannya? Mengapa para istri tidak mengutarakan isi hatinya kepada suaminya tentang sesuatu yang bisa membahagiakan kehidupan rumah tangganya?

4. Percayalah Kepada Suamimu

Rasa cemburu merupakan bukti yang sangat kuat akan besarnya cinta dan kasih istri kepada suaminya. Sehingga rasa cemburu terkadang dibutuhkan untuk mengungkapkan isi hati istri kepada suaminya bahwa ia mencintai dan mengasihinya. Bahkan, sifat pencemburu merupakan hal yang lazim bagi wanita. Namun cemburu ada dua, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam:

“ Ada diantara sifat cemburu ada yang dicintai dan ada pula yang dibenci oleh Allah. Adapun cemburu yang dicintai Allah adalah cemburu dalam keragu-raguan, sedangkan cemburu yang dibenci oleh Allah ialah cemburu tidak dalam keragu-raguan”3

Cemburu tidak boleh menghilangkan kepercayaan istri kepada suaminya dengan memastikan bahwa suaminya telah salah dan menyeleweng, misalnya si istri mengatakan: “ Mengapa kamu telat pulang?” atau “ Darimana saja tadi kamu pergi?” atau “ Berapa banyak wanita yang bekerja ditempat kerjamu?” Semua perkataan ini dan yang senada ialah cemburu yang tidak baik sebab didasari penetapan bahwa suaminya telah salah dan menyeleweng, bukan dibangun diatas kepercayaan atau sekadar duga-duga dan rasa ragu yang akan hilang dengan penjelasan dari suami.

5. Jadilah Istri Yang Berakhlak Terpuji

Seorang suami yang shahih akan merasa bahagia dan terpenuhi kebutuhan asasinya bila beristrikan seorang wanita yang baik akhlaknya. Wanita yang buruk ialah wanita yang perkataannya selalu bermakna ancaman, ucapan dan suaranya kasar, tidak mau tahu kebaikan orang lain atasnya, dan suka mencari-cari keburukan orang lain. Selain itu, ia juga tidak mengasihi suami, sedikit rasa malunya, suka mencela, pemarah, rumahnya kotor, suka menunjuk dengan tangan dan jarinya, biasa berdusta, dan selalu meneteskan air mata buaya. Istri yang berakhlak terpuji tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Bahkan, disaat ia sedang cemburu sekalipun, ia hanya akan menyebut kebaikan suami yang tidak bisa tidak harus membuatnya cemburu.Semoga dengan 5 hal in Anda, para istri , akan berbahagia bersama suami Anda. Wallahul Muwaffiq.

Catatan kaki:

1. Hadits Hasan, lihat Shahihul Jami’ 2604 oleh Syaikh al-Albani [↩]
2. lihat dalam Shahih Muslim, Bab Dusta yang di Perbolehkan hadits no.1810 dan Bukhari no.2692 bunyi haditsnya adalah : “Saya tidak pernah mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam memberi kelonggaran berdusta kecuali dalam 3 hal: [1] Orang yang berbicara dengan maksud hendak mendamaikan, [2] orang yang berbicara bohong dalam peperangan dan [3] suami yang berbicara dengan istrinya serta istri yang berbicara dengan suaminya mengharapkan kebaikan dan keselamatan atau keharmonisan rumah tangga [↩]
3. Hadits Hasan, riwayat Abu Dawud 2661 dan Nasai 2570, lihat Shahihul Jami’ 2221 oleh Syaikh al-Albani [↩]

Rabu, 23 Desember 2009

BAGAIMANA MENGAMBIL MANFAAT DARI AL-QUR'AN

Jika anda ingin mengambil manfaat dari Al-Qur'an al-Karim, maka bulatkanlah hatimu tatkala membaca dan mendengarkannya, pasanglah telingamu, hadirkan hatimu, rasakanlah siapa yang sedang engkau ajak berbicara, siapa yang dituju dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena sesungguhnya obyek yang dituju adalah anda melalui lisan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.


Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ

"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." (Qaaf: 37)

Yang demikian itu karena kesempurnaan pengaruh tergantung kepada sesuatu yang diharapkan pengaruhnya, obyek yang hendak menerima pengaruh serta terpenuhinya syarat-syarat untuk timbulnya suatu pengaruh. Juga tiadanya penghalang yang menghambatnya.

Ayat di atas mencakup penjelasan semua itu dengan lafazh yang ringkas, jelas dan menunjukkan makna yang dimaksud. Ibnu Qutaibah berkata: "Dengarkanlah Kitabullah, yakni dengan kesaksian hati dan pemahaman, bukan dengan kelalaian dan kehampaan.

Jika yang diharapkan pengaruhnya adalah Al-Qur'an, obyek yang hendak menerima pengaruh adalah hati yang hidup, terpenuhi pula syarat, yakni adanya perhatian, ditambah lagi dengan tiadanya penghalang berupa kesibukan hati dan kelalaiannya terhadap makna yang terkandung maupun berpaling pada sesuatu yang lain, niscaya muncullah pengaruhnya, yakni bisa mendapatkan manfaat dan peringatan.

Dengan memperhatikan kalamullah dan khitab (obyek yang ditujunya), niscaya akan kita dapatkan bahwa Dia-lah pemilik seluruh kerajaan, pemilik segala pujian, segala urusan berada di tangan-Nya, berasal dari-Nya, kembali pula kepada-Nya, bersemayam di singgasana-Nya dan tak tersembunyi sedikit pun atas-Nya segala apa yang ada dalam kekuasaan-Nya. Maha Mengetahui apa yang terbetik dalam hati para hamba-Nya, Maha Melihat apa-apa yang dirahasiakan mereka dan apa-apa yang ditampakkan.

Maka perhatikanlah, bagaimana Dia memuji diri-Nya dan menasihati hamba-hamba-Nya, menunjukkan kepada mereka apa-apa yang mendatangkan kebahagiaan bagi mereka dan memberikan peringatan dari apa-apa yang dapat menyebabkan mereka binasa.

Nampaklah dari khitab yang ditujunya, bahwa Allah memberikan teguran-teguran kepada orang yang dicintai-Nya dengan teguran yang halus, padahal mereka seringkali tergelincir namun Allah mengampuni mereka, menerima udzur mereka, memperbaiki keadaan yang rusak di antara mereka, menjadi penolong atas mereka, menjamin kemaslahatan bagi mereka dan mengentaskan mereka dari kegundahan.

Maka tatkala hati menyaksikan dari Al-Qur'an tentang Maha Raja Yang Maha Agung, Maha Penyayang, Maha Pemurah, Maha Indah, maka bagaimana mungkin hati tidak terdorong untuk mencintai-Nya dan berlomba untuk mendekatkan diri kepada-Nya? Maka dia akan mempertaruhkan jiwanya untuk mencintai-Nya, sehingga Dia menjadi sesuatu yang paling dicintai dari selain-Nya, keridhaan-Nya lebih didahulukan olehnya daripada keridhaan siapa pun selain-Nya.

Bagaimana mungkin hati tidak nyaman untuk berdzikir kepada-Nya, melestarikan kecintaannya kepada-Nya, rindu kepada-Nya, dan senang dekat dengan-Nya? Padahal unsur itulah yang merupakan makanan, kekuatan dan obat baginya. Ketika unsur itu tiada, maka menjadi rusak dan binasalah hati. Hidup pun tak lagi bermanfaat baginya.

***

Abu Abdillah

(Al-Fawa'id; Raudhah Al-Mahbub min Kalaam Muharrik Al-Qulub, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

“SEANDAINYA AKU JADI WANITA AKU MALU MENJADI WANITA JIKA”

Kalau banyak orang lain
Merasa bangga menjadi wanita,
Karena wanita layak dipuja,
Karena wanita cantik memesona,
Karena wanita bisa dibeli dengan harta,
Karena wanita cukup menggoda, dan lain sebagainya,
Maka justru sebaliknya,
Dengan lantang aku berkata.. "aku malu menjadi wanita!"

Ya, Aku malu menjadi wanita,
Kalau faktanya wanita itu gampang
diiming-i minggi harta dengan mengorbankan harga dirinya.
Aku malu menjadi wanita kalau ternyata wanita itu
sebagai sumber maksiat, memikat,
hingga mengajak pada jalan sesat.

Aku malu menjadi wanita kalau ternyata
dari pandangan dan suara wanita yang tak terjaga
sanggup memunculkan syahwat.
Aku malu menjadi wanita kalau ternyata
Tindak tanduk wanita sanggup membuahkan angan- angan bagi pria.
Aku malu menjadi wanita kalau ternyata wanita
tak sanggup jadi ibu yang bijak bagi anaknya
dan separuh hati mendampingi perjuangan suaminya.

Sungguh, aku malu menjadi wanita yang
tidak sesuai dengan fitrahnya.
Ya, Aku malu jika sekarang aku belum menjadi,
sosok wanita yang seperti Allah harapkan.
Aku malu, karena itu pertanda
aku belum amanah terhadap titipan Allah ini.

Entahlah, selama ini aku sudah menjadi wanita macam apa.
Aku malu.. Bahkan malu ini berbuah ketakutan,
kalau- kalau pada hari akhir nanti
Tak ada daya bagiku untuk
mempertanggungjawab kan ini semua.

Padahal, setahuku dari Bunda Khadijah, Aisyah dan Fatimah,
wanita itu makhluk yang luar biasa, penerus kehidupan .
Dari kelembutan hatinya, ia sanggup menguak gelapnya dunia,
menyinari dengan cinta. Dari kesholehannya, akhlaknya,
ia sanggup menjaga dunia dari generasi-generasi hina
dengan mengajarkannya ilmu dan agama.
Dari kesabaran pekertinya, ia sanggup mewarnai kehidupan dunia,
Hingga perjuangan itu terus ada.

Allah, maafkan aku akan kedangkalan ilmuku dan rendahnya tekadku.
Aku berlindung pada-Mu dari diriku sendiri.
Bantu aku Rabb, untuk tak lagi menghadirkan
kelemahan-kelemahan diri saat aku ada di dunia-Mu.
Hingga kelak aku akan temui-Mu dalam kebaikan
akhlak yang kuusahakan. Ya, wanita sholehah.."

Profil Asiyah Istri Fir'aun...

Asiyah binti Muzahim merupakan salah satu diantara wanita-wanita pilihan yang pernah terukir dalam bingkai sejarah. Dia istri Fir’aun, seorang raja Mesir di zaman Nabi Musa. Saat bersama Fir’aun, Asiyah tidak dikaruniai seorang anak pun. Fir’aun sangat mencintainya karena kecantikan dan kematangan akhlaknya. Telah berapa banyak cobaan dan tantangan yang harus dihadapinya dengan penuh kesabaran. Bahkan, berbagai kesulitan mampu dirubah menjadi kemudahan, sehingga Asiyah dikenal sebagai rahmat, bagi masyarakat di zaman Fir’aun yang penuh dengan kelicikan dan lalim.

Pada masa yang seperti itulah muncul peristiwa yang akan menentukan sejarah hidup Nabi Musa selanjutnya. Disebutkan dalam sejarah kenabian, ketika Asiyah duduk-duduk di taman yang indah nan luas, dihiasi dengan aliran sungai mempesona. Dia melihat sebuah peti mengambang. Perlahan-lahan peti itu semakin mendekat sehingga Asiyah menyuruh para pembantunya untuk mengambil dan mengeluarkan isi peti tersebut. Ketika dibuka, ternyata di dalamnya terdapat seorang bayi mungil, elok dan rupawan. Maka, muncullah perasaan kasih sayang dalam diri Asiyah. Allah mengaruniakan cinta dan kasih sayang terhadap bayi tersebut melalui Asiyah. Tak pelak lagi, Asiyah memerintahkan agar bayi itu dibawa ke istana dengan bertekad memelihara dan mangasuhnya.

Ketika mendengar berita tersebut, Fir’aun hendak membunuhnya, karena dia melihat mimpi yang selama ini menghantuinya tentang seorang anak yang kelak menghancurkannya. Para dukun dan ahli nujum dihadirkan dari seluruh pelosok negara. Mimpinya pun diceritakan kepada mereka, sehingga ia diperingatkan agar hati-hati dengan kelahiran seorang bayi yang akan menjadi penyebab kehancuran kerajaannya. Akhirnya, semua bayi laki-laki Bani Israel yang lahir diperintahkan agar dibunuh, kecuali bayi yang diasuh Asiyah. Fir’aun pun luluh dengan bujukan Asiyah ketika ia berkata: “Kita tidak mempunyai keturunan anak laki-laki, maka jangan bunuh anak ini. Semoga ada manfaatnya untuk kita atau kita jadikan dia sebagai anak kandung kita”. Fir’aun menyetujui dan menyarankan agar anak itu dididik sedemikian rupa. Asiyah memberi nama Musa terhadap anak tersebut dan mendidiknya hingga dewasa dalam istana Fir’aun. Dan kisah tentang ini tidak asing lagi bagi kita.

Kelak, Asiyah merupakan salah seorang yang mempercayai Musa. Ketika Fir’aun mengetahui hal tersebut, tiba-tiba rasa cintanya berubah menjadi kemarahan dan permusuhan. Asiyah tidak mengindahkannya karena dirinya tahu bahwa kebenaran bersamanya. Dan dia pun tahu bahwa Musa as adalah utusan Allah yang kebenarannya tidak dapat dihalangi oleh tantangan dan ancaman yang datangnnya dari siapa saja. Hingga meninggal dunia, hari-hari akhirnya Asiyah hanya dipenuhi dengan dzikir kepada Allah seraya mengucapkan:

{"Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir`aun dan perbuatannya"}

Allah telah mengabulkan do’anya, bahkan dalam sebuah hadis Nabi saw disebutkan bahwa Asiyah termasuk diantara wanita-wanita yang mulia, diriwayatkan: [“Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Khadijah, Fatimah, Maryam puteri Imron dan Asiyah istri Fir’aun”].

KENIKMATAN HIDUP

“Dan hendaklah kamu MEMINTA AMPUN kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi KENIKMATAN yang baik kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan (ajal) dan Dia akan memberi kepada setiap pemilik keutamaan (amal-amal perbuatan baik) balasan keutamaannya (karunia) . Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku (Muhammad) takut kamu akan ditimpa siksa pada hari yang besar (kiamat). Kepada Allah lah kembalimu, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS Huud [11]:3-4)

Apa sebenarnya kennikmatan hidup itu?
Manusia sering kali berpikir bahwa kenikmatan hidup adalah keinginan dalam kehidupan ini yang selalu terpenuhi. Ia mungkin lupa, setiap keinginan yang telah terpenuhi dapat saja luput dari ketentraman hidup, kebahagiaan dan kemuliaan diri atau dalam bahasa iman kita sebut dengan“Hidup yang penuh keberkahan”. Berapa banyak manusia yang merasa telah terpenuhi segala keinginannya, memperoleh kelapangan harta, ketinggian kedudukan, bahkan menduga telah meraih segala yang dicita-citakan tapi hidupnya selalu dipenuhi rasa was-was, dan kadangkala hina dimata orang lain. Ia jadi bahan gunjingan dan tumpuan kemarahan orang lain. Ia sanggup menghabiskan biaya yang tidak sedikit dalam membeli kenikmatan hidup, tapi nikmat itu hanya sebentar saja dirasakannya untuk kemudian hilang tak berbekas dan jiwanya kembali kosong.

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thahaa [20]: 124)

Ketentraman, kebahagiaan dan kemulian diri yang dalam bahasa iman kita sebut dengan “hidup yang penuh keberkahan” akan melahirkan kenikmatan hidup yang terus menerus seperti yang dimaksud dengan ayat 3-4 dalm QS Hud diatas. Seorang hamba yang tunduk dan patuh kepada Allah selalu akan merasakan kelezatan iman dan ketentraman hidup dalam naungan illahi Rabbi. Sebuah jalan lurus yang ia tempuh akan menjadikan ia hidup dalam kemulian.

Allah melalui Rasul-Nya yang mulia meminta kita untuk selalu memohon ampun dan senantiasa bertaubat kepada-Nya atas segala kesalahan kita. Dalam bahasa Fiqih, ibadah sholat baik yang wajib maupun yang sunnat adalah suatu kegiatan yang mengumpulkan segala bentuk dzikir dan istighfar kepada Allah Azza wa Jalla. Kita sadar bahwa sebagai hamba-Nya yang lemah kita tidak luput dari kealpaan dan kesalahan yang meliputi diri kita. Alangkah baiknya jika diluar ibadah sholat yang kita lakukan, lisan kita selalu dibasahi oleh dzikir tanda mengingat Allah dan istighfar tanda kita sadar akan kealpaan kita sebagai seorang hamba.

Suatu hari, Rasulullah saw pernah duduk beserta beberapa sahabatnya. Lalu datanglah seorang laki-laki. Dia bertanya dan mengeluhkan kemiskinannya kepada Nabi. Rasulullah bersabda, “Engkau harus beristigfar.”

Kemudian datang seorang laki-laki lainnya bertanya dan mengeluhkan sedikitnya anak. Maka Rasulullah bersabda, “Engkau harus beristigfar.”

Lantas salah seorang sahabat, Abu Hurairah ra. berkata: “Ya Rasulullah, penyakitnya bermacam-macam, namun obatnya hanya satu.” Maka Rasulullah bersabda, “Aku akan bacakan kepada kalian apa yang telah disampaikan nabi Nuh kepada ummatnya.” Kemudian Rasulullah membaca firman Allah: “Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhan mu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anak mu, dan mengadakan untuk kamu kebun-kebun dan mengadakan untuk kamu sungai-sungai yang mengalir (didalamnya).’” (QS Nuh [71] 10-12)

Rasulullah kemudian berkata: “Barangsiapa senantiasa membaca istigfar, maka Allah menjadikan baginya jalan keluar atas setiap kesulitan yang ia derita dan Allah memberi kelapangan atas setiap kesempitannya serta Allah memberi kepadanya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Candanya Para Ulama (Syaikh al-Albani, Syaikh Ibn Baz & Syaikh Ibn ‘Utsaimin rahimahumullah)

1. Ada seorang pemuda penuntut ilmu pernah naik mobil bersama Syaikh al-Abani rahimahullah. Syaikh al-Abani mengemudi mobilnya dengan kecepatan tinggi. Melihatnya, maka pemuda itupun menegur:”Wahai Syaikh,ini namanya ‘ngebut’ dan hukumnya tidak boleh. “Syaikh ibnu Baz mengatakan bahwa hal ini termasuk menjerumuskan diri dalam kebinasaan. Mendengarnya, Syaikh al-Albani rahimahullah tertawa lalu berkata:”Ini adalah fatwa seseorang yang tidak merasakan nikmatnya mengemudi mobil!!.” Pemuda itu berkata: “Syaikh, akan saya laporkan hal ini kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz.” Jawab Syaikh al-Abani;”Silahkan,laporkan saja.”

Pemuda itu melanjutkan ceritanya: “Suatu sa’at, saya bertemu dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah di Makkah maka saya laporkan dialog saya dengan Syaikh al-Abani rahimahullah tersebut kepada beliau.Mendengarnya, beliau juga tertawa seraya berkata: ‘Katakan padanya:”ini adalah fatwa seseorang yang belum merasakan enaknya terkena denda!” (Al-Imam Ibnu Baz,Abdul Aziz as-Shadan hlm.73)

2. Diceritakan bahwa suatu ketika Raja Khalid rahimahullah mengunjungi
rumah Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah, sebagaimana kebiasaan para raja sebagai sikap
menghormati dan memuliakan para ulama. Dan ketika sang Raja melihat rumah
Syaikh yg sangat sederhana maka raja menawarkan kepada Syaikh untuk
dibangunkan sebuah rumah untuk beliau, Syaikh berterimakasih dan
berkata:”Saya sedang membangun rumah di daerah As-Salihiyah (wilayah
Unayzah, Qasim), bagaimanapun mesjidnya dan panti sosialnya membutuhkan
bantuan (dana)”

Maka setelah sang Raja pergi, beberapa orang yg ikut dlm pertemuan itu
berkata: “Wahai Syaikh, kami tidak mengetahui kalau anda sedang membangun
rumah di As-Salihiyah?”

Maka Syaikh menjawab: “Bukankah pekuburan ada di As-Salihiyah?”

(Ad-Dur Ath-Thamin Fi Tarjamti Faqihil Ummah Al-`Allamah ibn Utsaimin – p.218)

3. Ada salah seorang suami dari cucu Syaikh Ibnu Baz menemui beliau dan berkata, “Wahai Syaikh, kami ingin agar engkau mengunjungi dan makan di rumah kami”. Jawaban beliau, “Tidak masalah, jika engkau menikah untuk kedua kalinya maka kami akan datang ke acara walimah insya Allah”.

Setelah pulang, orang ini bercerita kepada istrinya tentang apa yang dikatakan oleh kakeknya. Kontan saja cucu perempuan dari Syaikh Ibnu Baz buru-buru menelpon kakeknya. “Wahai Syeikh, apa maksudnya?”. Ibnu Baz berkata kepada cucunya, “Kami hanya guyon dengan dia. Kami tidak mengharuskannya untuk nikah lagi. Kami akan berkunjung ke rumahmu meski tidak ada acara pernikahan”. (www.ustadzaris.com)

4. Abdullah bin Ali Al-Matawwu’ menceritakan bahwa dia menemani Syaikh Ibn
Utsaimin (dari Unayzah) menuju Al-Bada-i yg jaraknya 15 km dari Unayzah
untuk memenuhi undangan makan siang.

Setelah makan siang, ketika mereka dlm perjalanan pulang mereka melihat
seorang dgn jenggot berwarna merah (mungkin dicelup dgn hinna) dgn wajah
tenang melambaikan tangan (mencari tumpangan).

Syaikh berkata: “Pelanlah! kita akan mengajaknya bersama kita”

Maka Syaikh berkata kpd orang itu: “Engkau mau kemana?”

Orang itu menjawab: “Ajak aku bersama kalian ke Unayzah”

Syaikh berkata: “Dengan dua syarat, pertama engkau tidak boleh merokok,
kedua engkau harus mengingat Allah”

Orang itu menjawab: “Masalah rokok, aku tidak merokok, walaupun tadi aku
menumpang seseorang yg merokok dan (karena itu) aku minta diturunkan
disini, dan tentang mengingat Allah maka tidak ada muslim kecuali dia
mengingat Allah”

Maka orang itu naik ke mobil

(Terlihat jelas sepanjang perjalanan bahwa) orang itu tidak menyadari
kalau dia sedang bersama Syaikh Ibn Utsaimin. Ketika tiba di Unayzah orang
itu berkata:”Tunjukkan padaku rumah Syaikh Ibn Utsaimin, karena aku punya
pertanyaan yg ingin aku tanyakan pada beliau”

maka Syaikh berkata:”Kenapa tidak engkau tanyakan pada beliau ketika
engkau bertemu dgn beliau di Al-Bada-i?”

Orang itu berkata:”Aku tidak bertemu dgn beliau”

Syaikh berkata:”Aku melihat sendiri engkau berbicara dgn beliau dan
memberi salam kpdnya”

Orang itu berkata:”Engkau mempermainkan orang yg lebih tua dari orang tuamu!”

Syaikh tersenyum dan berkata kpdnya:”Shalat Ashar-lah di mesjid ini (Jami’
Unayzah) nanti engkau akan melihat beliau”

Orang itu pergi tanpa mengetahui bahwa tadi dia sedang berbicara dgn
Syaikh Ibn Utsaimin sendiri.

Setelah dia selesai shalat Ashr, orang itu melihat Syaikh didepan selesai
mengimami shalat jama’ah, maka dia bertanya (pada orang lain) tentang
beliau, dan diberitahukan kpdnya bahwa Syaikh itu adalah Syaikh Ibn
Utsaimin. Maka orang itu mendekati Syaikh dan meminta maaf karena tidak
mengenali beliau tadi(diperjalanan), kemudian dia menyampaikan
pertanyaannya. Syaikh pun menjawab pertanyannya, dan orang itu mulai
menangis memohon kpd Syaikh.

(Al-Jami’ li Hayaat Al-`Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – p.38)

5. Jika ada seorang yang berkunjung ke rumah Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, maka beliau pasti menawari orang tersebut untuk turut makan malam bersama beliau. Jika orang tersebut beralasan, “Wahai Syaikh, saya tidak bisa” maka dengan nama berkelakar Ibnu Baz berkata, “Engkau takut dengan istrimu ya?! Marilah makan malam bersama kami”. (www.ustadzaris.com)

6. Dalam pelajaran fiqih, ketika membahas tentang cacat di dalam pernikahan, seorang murid bertanya kepada Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah : “Wahai syaikh, bagaimana seandainya ada seorang laki-laki menikah, ternyata setelah itu ketahuan istrinya tidak punya gigi, bolehkah dia mencerainya?”
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjawab : “Itu istri yang sangat istimewa!! Karena dia tidak muungkin dapat menggigitmu!!” (Majalah al-Furqon)

7. Ketika Syaikh Ibnu Baz rahimahullah hendak rekaman untuk acara Nurun ‘ala Darb (acara tanya jawab di radio Al Qur’an Al Karim di Saudi), biasanya beliau melepas kain sorbannya dan dengan nada canda beliau berkata, “Siapa yang mau memikul amanah?”. Jika ada salah seorang yang ada di tempat tersebut mengatakan, “Saya” maka beliau berkata, “Silahkan ambil”. (www.ustadzaris.com)

8. Seseorang bertanya kepada Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah: “Ada sebuah Hadist mengatakan : ‘Tidak ada pertaruhan dalam perlombaan kecuali lomba panah,atau onta, atau kuda’. Apa pendapat anda mengenai orang yang menyelenggarakan lomba untuk ayam dan merpati?”

Beliau menjawab: “Wallahi- Ya akhiy- Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam berkata “Tidak ada pertaruhan dalam perlombaan kecuali lomba panah,atau onta, atau kuda”.”As-Sabaq” disini bermakna “Al-’audh”(mengganti). Karena hal-hal ini membantu dalam kondisi peperangan. Karena ada faidah (manfaat) darinya.Pembuat syariat membolehkan berlomba pada hal tersebut.Apabila ayam mu bisa membantumu dalam peperangan bisa kau tunggani ,meninju (melompat) dan menggali..maka tidak mengapa, jika tidak maka jangan…..”
(Liqo Bab Al-Maftuh pertanyaan ketiga,kaset No.200)

9. Seseorang bertanya kepada Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah : “Apa hukum menggantungkan doa-doa di mobil seperti doa menaiki kendaraan atau safar dan lain sebagainya.Apa jawaban bagi yang berkata bahwa hal tersebut termasuk tamimah?”

Beliau menjawab: “Termasuk tamimah (jimat)? Saya katakan terhadap orang yang berkata bahwa hal ini tergolong tamimah: Sungguh telah benar, apabila mobilnya sakit!! Digantungkan doa-doa ini di mobil nya bukan di penumpangnya,dan diletakkan di mobilnya juga baik karena bisa mengingatkan penumpang dengan doa menaiki kendaraan.Atau dengan doa safar.Semua yang bisa membantu kebaikan maka hal itu baik.Saya tidak memandang menggantungknnya tidak boleh.Ini bukan termasuk tamimah kecuali sebagaimana saya katakan tadi :Jika mobilnya sedang sakit,kemudian digantungkannya doa-doa ini kemudian sembuh dengan idzin Allah!! Oleh karenanya perkara ini baik-baik saja!

(Liqo As-Syahri ,kaset No.9 Side B)

10. Diceritakan oleh Ihsan bin Muhammad Al-Utaybi; Setelah selesai shalat di masjidil haram al-makki, Syaikh meninggalkan Al-Haram untuk pergi ke suatu tempat dgn mobil, maka beliau menghentikan sebuah taxi dan menaikinya. Dalam perjalanan, sang supir ingin berkenalan dgn penumpangnya, maka dia menanyakan:”(Nama)anda siapa wahai Syaikh?”

Syaikh menjawab:”Muhammad bin Utsaimin”

Dengan terkejut sang supir bertanya:”Syaikh Ibn Utsaimin?” karena mengira Syaikh berbohong kpdnya, sebab dia tidak menyangka seorang seperti Syaikh Ibn Utsaimin akan menjadi penumpang taxi nya.

Maka Syaikh menjawab:”Ya, Asy Syaikh”

Sopir taksi memutar kepalanya untuk melihat wajah Asy-Syaikh Al-Utsaimin

Syaikh pun bertanya:”Siapakah (nama) kamu wahai saudaraku?”

Supir itu menjawab:”Saya Asy Syaikh Abdul`Aziz bin Baz!”

Syaikh pun tertawa dan menanyakan:”Engkau Syaikh Abdul`Aziz bin Baz?!!!”

Supir taxi itu menjawab:”Ya, seperti anda Syaikh Ibn Utsaimin”

Lalu Syaikh berkata:”Tapi kan Syaikh Abdul`Aziz bin Baz buta, dan beliau
tidak menyetir mobil”

Seketika itu sang supir taxi mulai menyadari bahwa penumpang yg duduk
disebelahnya benar-benar Syaikh Ibn Utsaimin. Dan sungguh kacau apa yg dia hadapi sekarang (salah tingkah).

(Safahat Musyiqah min Hayaatil Imam Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – p.79
Ref:Al-Madinah ((Ar-Risalah)), nomor:13788)

11. Diceritakan oleh Abu Khalid AbdulKarim Al-Miqrin; Ketika di studio sedang
melakukan rekaman acara “Pertanyaan melalui Telepon”, seorang saudara
bernama Sa’d Khamis selalu berkata kpd Syaikh setiap kali selesai sesi
rekaman:”Jazakallahu khairan wahai Syaikh, (dan semoga) Allah mengasihi
kedua orang tua Anda”

(pada kesempatan kali ini) Syaikh berkata:”Aamiin ya Sa’d, dan untukku?”

Maka Sa’d barkata (lagi):”Semoga Allah mengasihi kedua orang tuamu”

Dan Syaikh menjawab (lagi):”Aamiin, dan untukku?”

Kemudian Sa’d Khamis menyadari apa yg dimaksud (oleh perkataan Syaikh),
maka dia berkata:”Semoga Allah mengasihi Anda dan semoga Allah mengasihi
kedua orang tua Anda dan semoga Allah membalas kebaikan Anda dgn
sebaik-baik balasan”

Maka Syaikh pun tersenyum lalu tertawa, dan kita semuapun tertawa.

(Arba`ah`asyar`aam ma`a Samahatiil-`Allamah Asy-Syaikh Ibn Utsaimin – p.63)


http://alqiyamah.wordpress.com/2009/12/18/candanya-para-ulama-syaikh-al-albani-syaikh-ibn-baz-syaikh-ibn-utsaimin-rahimahumullah/